Sukses

Firli Bahuri Jadi Ketua Baru, Penasihat KPK Mundur dari Jabatan

Firli dinilai melanggar kode etik berat saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR menetapkan Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas keputusan tersebut, Penasihat KPK Tsani Annafari langsung memilih mundur dari jabatannya.

"Iya. Insyaallah saya mundur sesuai janji saya. Draf surat pengunduran diri sudah saya buat sejak kemarin siang," tutur Tsani saat dikonfirmasi, Jumat (13/9/2019).

Tsani menyebut, pengunduran diri itu awalnya sudah disampaikan secara langsung kepada Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

"Saya sudah siap mundur," katanya.

Menurut Tsani, pengunduran dirinya dari jabatan penasihat KPK dilakukan sebagai sinyal adanya permasalahan di lembaga antirasuah periode 2019-2023 yang akan dinakhodai Firli.

"Surat sudah dibuat dan label bermasalah itu akan menempel pada pimpinan periode ini dengan pengunduran diri saya," Tsani menandaskan.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menegaskan terdapat dugaan pelanggaran berat yang dilakukan Irjen Firli saat menjabat Deputi Bidang Penindakan KPK.

"Perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan direktorat pengawasan internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat (terhadap Firli)," kata Saut di Ruang Konferensi Pers KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2019).

 

2 dari 2 halaman

Klarifikasi Firli

Firli diduga telah melanggar kode etik dengan bertemu Tuan Guru Bajang (TGB) yang saat ini berkapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan suap PT Newmont. Namun Firli yang pernah menjadi Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu membantah tudingan tersebut.

"Saya tidak melakukan itu, tapi kalau bertemu, iya. Saya bertemu pada 13 Mei 2018," jelas Firli saat menjawab pertanyaan Tim Pansel Capim KPK, di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Jenderal bintang dua itu mengatakan, dirinya bertemu TGB saat masih menjadi Gubernur NTB. Pertemuan tersebut dilakukan di lapangan tenis dalam kegiatan Danrem.

Dia pun menyebut, saat itu TGB belum menjadi tersangka. Kasus Newmont itu kata Firli masih tahap penyelidikan dan masih mengaudit kerugian negara.

"Dan memang mohon maaf, apa salah saya bertemu orang di lapangan tenis, bertemu bukan mengadakan pertemuan, di dalam pasal 36 Pak, di situ disebutkan mengadakan hubungan dengan seseorang, tersangka atau pihak lain yang ada perkaranya di KPK, saat saya bertemu dengan TGB, TGB ini bukan tersangka dan sampai hari ini belum pernah jadi tersangka," jelas Firli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/9/2019).

"Kawan-kawan dewan yang terhormat pasti mengkuti, tidak pernah ada kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka atau dinyatakan sebagai tersangka secara sembunyi-sembunyi, dan saya pun tidak mungkin mengatakan yang tidak benar," sebut Firli.

Saat ekspos kasus Newmont itu, Firli mengaku menjelaskan kepada pimpinan bahwa dirinya tidak ada konflik kepentingan dengan TGB.

"Putusan tuntunan saat itu terkait dengan saham penyertaan saham pemerintah daerah NTB ke PT Newmont itu disepakati supaya harus dilakukan audit, ini sekaligus menjawab pertanyaan tentang audit," jelasnya.

Ekspos menyimpulkan harus dilakukan audit. Kemudian audit di BPKP menyatakan audit dilakukan ke BPK karena Newmont pernah melakukan audit oleh BPK.

"Kebetulan yang hadir adalah pimpinan KPK langsung yaitu Pak Alexander Marwata, hasil ekspos di sana BPKP mengatakan coba dikoordinasikan dengan BPK karena audit PT Newmont pernah dilakukan oleh BPK, kita gelar lagi pak di BPK, jadi kalaupun TGB dan lainnya punya persoalan terkait dengan investasi saham itu masih jalan, tidak ada terpengaruh karena memang saya tidak pernah berbicara kasus dengan Pak TGB," jelasnya.

Kini Firli telah ditunjuk Komisi III DPR sebagai Ketua KPK periode 2019-2023 setelah mendapatkan suara terbanyak melalui voting. Voting sendiri dilakukan setelah DPR menuntaskan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 10 capim KPK.

 

Firli nantinya akan memimpin KPK bersama empat komisioner lainnya yakni Alexander Marwata (petahana), Nurul Ghfron (dosen), Nawawi Pomolango (hakim), dan Lili Pintauli Siregar (advokat).

Â