Liputan6.com, Jakarta - Pada 23 September 2015, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap mantan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta Udar Pristono. Dia terbukti menerima gratifikasi terkait proyek pengadaan Bus TransJakarta.
Selain hukuman badan, Udar yang menjabat sebagai Kadishub DKI sejak era Gubernur Fauzi Bowo juga dikenakan hukuman denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Meski demikian, hakim memutuskan untuk membebaskan Udar dari dakwaan korupsi pengadaan bus Transjakarta tahun 2012-2013. Udar juga tidak terbukti dan meyakinkan melakukan pencucian uang, serta tindak pidana suap di kasus yang sama.
Advertisement
"Melepaskan terdakwa dari tuntutan hukum berdasarkan dakwaan ke-1 primer dan ke-1 subsider. Menyatakan terdakwa tidak terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ke-2 primer dakwaan ke-3 primer dan dakwaan ke-3 subsider," kata Hakim Ketua Artha Theresia di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2015).
Dengan putusan ini, hakim memerintahkan agar tetap menjalani sisa masa kurungannya di rumah tahanan kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur.
Mendengar vonis ini, Undar Pristono kegirangan. Sontak ia berdiri dari kursi rodanya, dan berjalan ke tempat majelis hakim dan kuasa hukumnya, usai hakim menutup sidang. Dia lupa, berhari-hari datang ke persidangan dengan kursi roda.
"Kursi rodanya Pak," celetuk salah satu pengunjung sidang yang terkejut melihat Udar bisa berjalan dengan normal dan jauh dari kesan sakit pada kakinya yang diduga sulit digerakkan. Namun, celetukan tersebut nampaknya tidak dihiraukan Udar.
Sebelumnya, Udar mengaku mengalami luka pada kaki kirinya. Luka tersebut berawal dari gigitan serangga saat ia ditahan di rutan Cipinang. Akibat infeksi bakteri, luka tersebut membesar dan kemudian sulit untuk kering karena Udar memiliki riwayat penyakit gula atau diabetes.
Udar dibantarkan penahanannya sejak tanggal 28 Juli 2015 dan di Rumah Sakit MMC Jakarta. Selama perawatan Udar telah dua kali menjalani operasi pada awal dan pertengahan Agustus lalu.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang meminta hakim menghukum Udar dengan hukuman 19 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam dakwaannya, jaksa menilai Udar terbukti korupsi dalam pengadaan armada bus Transjakarta tahun 2012-2013, menerima uang gratifikasi, serta melakukan pencucian uang dari proyek tersebut.
Jaksa juga menuntut agar majelis hakim juga memutuskan merampas aset kekayaan Udar Pristono untuk negara sebesar Rp 897,9 juta, 2 unit apartemen, 2 unit rumah, 7 unit kondotel serta 2 kios. Hal ini berdasarkan 3 dakwaan yang dijeratkan jaksa ke Udar.
Dalam dakwaan Pertama, Udar Pristono dianggap korupsi pengadaan bus TransJakarta tahun anggaran 2012-2013 sebesar Rp 63,8 miliar. Dalam pengadaan bus Transjakarta, harga 1 unit bus mencapai Rp 4,02 miliar tanpa spesifikasi yang jelas.
Dia menandatangani pengadaan 18 bus dengan total Rp 59,8 miliar. Padahal perusahaan vendor hanya mengeluarkan Rp 51,3 miliar. Sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 8,57 miliar.
Dalam tahun anggaran yang sama, terdapat pula kelebihan pembayaran honor tenaga ahli selama 1 bulan sebanyak Rp 58,7 juta. Tak hanya itu, Udar juga tidak menyetorkan Rp 200 juta sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang justru dibagikan kepada sejumlah pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Atas tindakannya, Udar dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 55 ayat 1.
Dakwaan kedua, Udar juga dinilai menerima gratifikasi sebanyak Rp 6,501 miliar pada 2010 hingga 2014. Uang tersebut disimpan dalam rekening Udar di Bank Mandiri cabang Cideng sebesar Rp 4,64 miliar dan di BCA sebesar Rp 1,87 miliar.
Atas tindakan tersebut, Udar didakwa melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Dan terakhir, Udar didakwa atas tindak pidana pencucian uang. Ia membelanjakan atau membayarkan sejumlah uang kepada 2 perempuan, yakni R Yanthi Affandie sebanyak Rp 46 juta dan Syntha Putri Stayaratu Smith sebesar Rp 350 juta.
Atas perbuatannya tersebut, Udar dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 juncto KUHP Pasal 64 ayat 1.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hukuman Diperberat MK
Langkah hukum kasasi yang diajukan Udar Pristono, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta tahun 2012 dan 2013 mentah di tangan Mahkamah Agung (MA). Selain menolak, MA bahkan memperberat hukuman eks Kepala Dinas Perhubungan DKI itu menjadi pidana 13 tahun penjara.
"Kasasi terdakwa ditolak. Putusan pidana penjara 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan," ujar Juru Bicara MA saat itu Suhadi kepada Liputan6.com, Rabu (23/3/2016).
Suhadi menerangkan, putusan kasasi‎ ini diketuk palu oleh majelis hakim Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lume. Majelis hakim kasasi juga menjatuhkan kepada Udar untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 6,709 miliar subsider 4 tahun kurungan.
"Barang bukti sebagian besar dirampas untuk negara," kata Suhadi.
Majelis hakim menilai, Udar terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan bus Transjakarta. Udar secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 11 jo Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Udar juga dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Â
Advertisement