Sukses

Jokowi Diminta Tambah Jumlah Wakil Menteri di Kabinet Mendatang

Presiden Jokowi perlu mempertimbangkan untuk menambah pos baru bagi jabatan wakil menteri pada Kabinet Kerja periode kedua nantinya.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi perlu mempertimbangkan untuk menambah pos baru bagi jabatan wakil menteri pada Kabinet Kerja periode kedua nantinya. Penambahan wakil menteri diperlukan untuk pos-pos strategis yang menjadi sasaran program kerjanya.

"Asal sesuai dengan perundang-undangan, tidak masalah presiden mengangkat wakil menteri. Sebagaimana diatur pasal 10 Undang-Undang No 39 Tahun 2018 tentang Kementrian Negara, presiden dimungkinkan mengangkat wakil menteri," ujar pengamat pemerintahan Amalia Syauket Kamis (19/9/2019).

Pasal 10 UU 39/2018 menyebutkan, dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.

"Dalam penjelasan pasal 10 disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan 'Wakil Menteri' adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet," sambungnya.

Menurut Amalia, penempatan wakil menteri sebaiknya untuk pos-pos yang menjadi tugas pokok pemerintah pusat, yakni di bidang Pertanan, Keamanan, Luar Negeri, Keuangan, Agama dan Peradilan. Di luar bidang tersebut menurut Amalia, bisa saja presiden menunjuk dan mengangkat wakil menteri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kalangan Profesional

Hal senada juga disampaikan pengamat kebijakan publik Djuni Thamrin. "Misalkan, pengangkatan Wamen itu dikaitkan dengan rencana strategis capaian pembangunan yang disasar Presiden Jokowi untuk periode kedua lima tahun kedepan,” katanya.

Menurut Djuni, oleh karena wakil menteri yang menurut Undang-Undang Kementrian adalah jabatan karir, maka Jokowi harus jeli dalam melihat siapa pejabat karir yang pantas untuk mendampingi menteri dalam mencapai target-target pembangunan pemerintah.

Pejabat tersebut harus benar-benar profesional dan memiliki kematangan dalam menjemen pemerintahan, sehingga bisa menutupi atas kemungkinan adanya ‘kelemahan’ menterinya yang misalnya diangkat sumber dari eksternal.