Sukses

KASN Anggap Sikap Tiga Pimpinan KPK Tidak Konsisten

KASN meminta pimpinan KPK tidak terlalu mudah mengambil sikap untuk mundur dari jabatannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi menganggap sikap tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang tidak konsisten.

Sebab, ketiganya menarik kembali pernyataan mereka yang memutuskan mundur dari lembaga antirasuah. Menurutnya, pimpinan KPK sebagai pejabat negara harus mengutamakan kewajibannya. Dia menilai, sikap tiga pimpinan KPK itu tidak baik.

"Walaupun setiap pejabat negara, kawan-kawan di KPK itu kan pejabat negara statusnya. Karena itu sebenarnya pejabat negara itu lebih mengutamakan kewajibannya sebagai pejabat negara. Artinya, kurang baik kalau ada pejabat negara mundur kecuali kalau dia kecewa berat," kata Sofyan kepada wartawan di Jakarta, Rabu 25 September 2019.

Sofian mempertanyakan motif mereka yang awalnya mengundurkan diri namun tidak jadi. Menurutnya, bisa jadi mungkin ada kekecewaan karena kurang dibela oleh masyarakat.

"Atau kurang dibela oleh pimpinan-pimpinan negara itu. Tetapi sekarang tidak jadi mundur kan?. Memang itu lebih baik kalau mereka tidak mengundurkan diri, dalam arti menghargai tanggungjawabnya," ucap dia.

Dia pun meminta, pimpinan KPK jangan terlalu mudah mengambil sikap untuk mundur dari jabatannya.

"Sebelum menyatakan mengundurkan diri, dipikirkan dulu baik-baik, ya sebaik-baik kita selesaikan tugas sampai selesai. Itu tindakan yang terpuji menurut saya. Kan kacau negara kalau pejabat negara kecewa sedikit langsung mengundurkan diri," tuturnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Diminta Tidak Gegabah

Di pihak lain, Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai, sikap pimpinan KPK yang maju mundur juga sebagai contoh buruk komunikasi dan kematangan pemikiran.

Selaku pejabat negara, para pimpinan KPK harusnya dapat mengedepankan komunikasi, serta berpikir terlebih dengan matang sebelum mengambil tindakan.

"Mereka ini offside, terlalu baper. Pejabat negara harusnya tidak boleh begitu, mikir dulu baru ngomong," ujarnya.

Lebih lanjut Emrus mengatakan, secara moral etika, jika para pimpinan KPK yang menyatakan mundur dan menyerahkan mandat, ingin menuntaskan masa jabatannya, maka perlu memberikan penjelasan tegas.

"Saya lihat mereka tetap ingin mempertahakan jabatannya sampai akhir. Untuk itu, alangkah baiknya jika mereka meminta maaf ke publik, kalau mereka memang masih mau bertahan," tandasnya.

Sementara Pengamat Politik dari FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, sikap pimpinan KPK yang menyerahkan tanggung jawab pengelolaan kepada Presiden sebagai bentuk pengunduran diri secara tidak langsung.

"Mereka secara tidak langsung sebenarnya ingin mengundurkan diri atas kekisruhan ini," katanya.

Menurutnya, mereka memilih menggunakan bahasa-bahasa satire yang sebenarnya merupakan ekspresi kekecewaan pimpinan KPK.

"Kan baru terjadi sekarang, komisioner menyerahkan segala kewenangan dan keputusan kepada Presiden," katanya.

Menurut dia, Presiden tidak punya pilihan lain kecuali memberhentikan secara resmi komisioner KPK yang telah menyerahkan mandat. Kemudian segera melantik komisioner yang baru saja terpilih.

"Ya, yang paling mungkin memberhentikan komisioner yang menyerahkan mandat ini dan kemudian segera melantik teman-teman terpilih. Kan enggak ada pilihan lagi," katanya.