Liputan6.com, Jakarta - Pakar Komunikasi Effendi Gazali menilai penyalahgunaan medsos mengalami puncaknya ketika Indonesia menggelar Pilpres 2019. Saat itu, perpecahan rumah tangga para pendukung Jokowi dan Prabowo terjadi di sejumlah daerah.
Namun, kondisi uniknya kondisi politik justru berbalik setelah Jokowi dilantik jadi presiden. Prabowo yang merupakan rivalnya di pilpres diangkat sebagai menteri pertahanan.
"Dalam sejarah Indonesia baru kali ini setelah dua kubu saling berantem, banyak keluarga yang terpecah, banyak korban berjatuhan untuk membela jagoannya , namun setelah selesai bergabung menjadi menteri di kabinet," ujar Effendi di acara Forum Discussion Group (FDG) 'Antisipasi Ancaman dan Penyesatan Informasi Bagi Masyarakat', di Jakarta Kamis 7 November 2019.
Advertisement
Menurut Effendi Gazali, setiap masalah pasti memiliki algoritmanya masing-masing. Algoritma ini harus dipotong untuk menyelesaikan masalah. Contohnya kasus Papua, pihak yang ingin memerdekakan diri memanfaatkan sebutan nama hewan sebagai algoritma mereka. Karena itu pemerintah harus punya senjata untuk memotong algoritma ini agar tidak terjadi kerusuhan yang berkelanjutan.
"Di dalam medsos ketika menyentuh masalah politik, yang terburuk adalah yang menyinggung agama karena hal ini memang sangat sensitif, kemudian terkait korupsi dan lingkungan hidup", ujar Efendi.Â
Hoaks Picu Kerusuhan
Baintelkam Mabespolri Kombespol Ratno Kuncoro mengatakan, sudah banyak sekali contoh akibat penyebaran hoaks yang menimbulkan kerusuhan. Peristiwa di Papua merupakan contoh konflik yang dipicu oleh kejadian di Surabaya akibat kekurang lengkapan informasi yang sudah terlanjur menyebar luas dimasyarakat.Â
"Kemajuan IT pasti ada dampak positif dan negatif, namun perkembangan hoax pasti akan terus berkembang. Tinggal bagaimana diri kita menyikapi hal ini", ujar Ratno.
Advertisement