Liputan6.com, Jakarta Dugaan kekerasan terhadap pers oleh aparat kepolisian kembali terjadi. Haris Prabowo (24) jurnalis Tirto.id diduga mengalami kekerasan saat meliput aksi di kawasan dekat Gedung DPR, Senin (30/9/2019). Haris ditangkap oleh polisi berpakaian preman. Layaknya polisi yang mengamankan terduga perusuh saat aksi.
Haris menceritakan, awalnya polisi berhasil memukul mundur massa di bawah flyover Bendungan Hilir, sekitar pukul 18.56 WIB. Karena mendengar ada cekcok antara anggota polisi dan TNI AL di area RS Gigi dan Mulut Lakdogi, Bendungan Hilir, Haris dan dua wartawan lainnya berusaha mencari tahu duduk perkara keributan tersebut.
Lantas, anggota TNI yang melihat Haris dan kawan-kawan, merespons keberadaan pers di sana.
Advertisement
"Tiba-tiba dari dalam rumah sakit, beberapa anggota TNI AL berteriak-teriak. Seperti agar bermaksud saya dan dua wartawan lainnya 'diamankan'," ujar Haris menceritakan melalui pesan singkat, Senin (29/9).
Haris kemudian menjauh dari tempat tersebut. Tiba-tiba polisi berpakaian preman menghampirinya dan menanyakan identitas. Dia pun menjawab dari media yang sejak sore di DPR. Haris menunjukkan identitas pers dan meyakinkan polisi bahwa dirinya bukan massa aksi.
Tas Haris diminta dibuka. Anggota polisi berpakaian preman lainnya sampai memeganginya dan membuka tas. Dalam tas ditemukan kabel pengisi daya, roti, dompet. Serta dua selongsong gas air mata berwarna abu-abu dan merah.
"Saya menjelaskan, itu (selongsong) untuk tugas reportase saya. Untuk saya bawa ke kantor dan pelajari detailnya," kata Haris yang mengaku mendapat tugas khusus dari kantornya.
"Ya udah dibawa aja dulu ke Resmob DPR sana," kata Haris menirukan jawaban salah seorang polisi yang agak lebih tua. Polisi tersebut juga mencari wartawan lainnya yang awalnya bersama Haris.
Dua polisi tersebut membawa Haris dengan dipiting dan berjalan kurang lebih 500 meter dari flyover Bendungan Hilir sampai gedung DPR.
Haris diteriaki oleh anggota Brimob selama perjalanan. Kata dia, beberapa anggota Brimob yang membawa pentungan siap menghajarnya layaknya yang dilakukan kepada terduga perusuh yang tertangkap. Namun, polisi yang membawa Haris melindunginya.
Mendekati gerbang DPR, telepon genggam Haris diminta oleh anggota polisi. Namun dia tolak.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Yakinkan Polisi
Sesampainya di DPR, rekan wartawan Haris menghampiri polisi yang membawanya agar meyakinkan bahwa dia memang wartawan di DPR.
"Saya dibawa ke arah pos polisi. Para wartawan mengikuti dari belakang. Saya disuruh masuk ke dalam mobik tahanan, namun saya tidak mau karena saya tidak salah apa-apa," jelas Haris.
Dia kembali ditanyakan alasan mengambil selongsong gas air mata. Haris berkukuh tidak ada alasan polisi bisa melarangnya memungut benda tersebut.
"Saya buat bahan liputan di kantor. Lah, emang ada aturan yang melarang selongsong enggak boleh dibawa?" balas Haris kepada polisi yang menanyainya di pos.
Rekan wartawanpun membantu meyakinkan polisi bahwa selama liputan hal lumrah benda seperti selongsong diambil untuk keperluan penulisan. Setelah panjang berdebat dia dibebaskan. Dengan syarat kartu pers, KTP, sampai wajah difoto.
"Akhirnya setelah debat panjang, kartu pers, KTP, dan wajah saya difoto. Dan akhirnya saya dilepaskan," tutup Haris.
Belum ada keterangan resmi dari kepolisian terkait tindakan yang dilakukan aparat terhadap Haris.Â
Â
Reporter: Ahda Baihaqy/merdeka.com
Advertisement