Liputan6.com, Jakarta - Group WhatsApp mengatasnamakan anak STM tengah diselidiki polisi. Kasus ini bermula ketika tangkapan layar (screenshoot) percakapan dalam group itu menyebar di media sosial.
Awal mula screenshot itu diedarkan oleh akun Twitter @yusuf_dumdum dan @OneMurtadha. Dalam beberapa grup para anggota membahas bayaran terkait demo yang dilakukan di Gedung DPR. Mereka mengungkapkan rasa kecewa karena duit tidak cair. Koordinator lapangan (Korlap) menghilang tanpa jejak.
Aksi demonstrasi mahasiswa pada 24 September 2019 yang menuntut penolakan terhadap RUU kontroversial di DPR memang turut diramaikan oleh pelajar STM.
Advertisement
Mungkinkah dalam hitungan hari mereka bertemu langsung berinisiatif membuat grup? Seperti *G30S STM ALLBASE, ANAK STM Kxxxx BACOT, STM SEJABODETABEK, STM/K BERSATU, STM Sejabodetabek, dan ORIGINAL Bxxxx COLLECTION.
Dalam screenshot grup-grup WhatsApp STM terkait demo pelajar itu, ada nomor telepon 0813xxxxx dengan nama A berada di dua grup. Lalu nomor telepon +1 (479)xxxxx dan +1 (606)xxxxxx. Setelah ditelusuri nomor pertama ternyata kode untuk wilayah Arkansas dan kedua Kentucky, Amerika Serikat.
Warganet yang penasaran juga ikut menyelidiki nomor telepon yang tertera dalam group whatsapp tersebut dengan menggunakan aplikasi Truecaller.
Ketika dicoba menghubungi sejumlah nomor yang tidak disensor dalam grup WhatsApp anak STM itu, Truecaller justru mengungkap pemilik nomor telepon-nomor telepon dalam grup memiliki jabatan kepolisian.
Salah satunya adalah pengguna Twitter dengan akun @abheemanyun yang mengungkap, karena sangat penasaran ia mencoba menghubungi salah satu nomor dalam grup WhatsApp bernama G30s STM ALLBSE tersebut.
Rupanya salah satu nomor dikenali oleh aplikasi Truecaller sebagai "Bripda Raski Prov Mabes."
Membalas cuitan tersebut, pengguna lain menyebutkan, saat dirinya mencoba menghubungi nomor lain, Truecaller mengidentifikasi nomor sebagai milik Briptu Renaldo.
Tim merdeka.com coba menghubungi nomor-nomor di *G30S STM ALLBASE dan ANAK STM Kxxxx BACOT. Hanya ada tiga nomor yang aktif. Satu nomor 0852xxxx tersambung. Di ujung telepon terdengar suara seorang pria.
Ketika disebut namanya, dia langsung menjawab, 'siap'. Kami coba menanyakan situasi di DPR, karena sejak sore demonstran berkumpul. Kemudian menjelang tengah malam terjadi bentrok.
Disebut apakah berdinas di salah satu kantor polisi Jakarta, pria itu membenarkan. Lantas, dia bertanya balik, 'izin, ini dengan siapa?'. Setelah tahu dihubungi jurnalis, dia menjawab. "Saya tidak bisa kasih keterangan, silakan dengan yang lain." Telepon pun selesai.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan, ada upaya propaganda di media sosial menggunakan cara tersebut. Dia berharap masyarakat bisa lebih bijak menerima informasi seperti ini di media sosial.
"Nah ini, jadi kita paham betul apa yang ada di media sosial itu. Karena sebagian besar adalah anonymous, narasi-narasi yang dibangun adalah narasi propaganda, tentunya dari direktorat Cyber Bareskrim sudah mem-profiling," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (1/9/2019).
Menurut Dedi, pada akhirnya narasi yang digunakan bersifat provokatif untuk membuat kegaduhan di masyarakat. "Belum bisa dipastikan, kalau itu anggota polisi kan belum bisa dipastikan betul anggota atau bukan," tuturnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Polisi Tangkap 7 Orang
Tak berapa lama, Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri menangkap tujuh orang terkait grup WhatsApp Anak STM dan SMK saat demo di Kompleks DPR/MPR. Satu orang ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka yang tertangkap adalah kreator Grup WhatsApp STM/K Bersatu, bernisial RO (17), MP(18) admin Grup WA STM-SMK se-Nusantara, WR (17) admin Grup WA SMK-STM se-Jabodetabek.
Kemudian, DH (17) admin Grup WA Jabodetabek Demokrasi, Muhamad Amir Muksin (29) admin Grup STM se-Jabodetabek, KS (16) admin Grup WA SMK-STM se-Jabodetabek, dan Dian Affandi (32) admin Grup WA SMK-STM.
"Kami tangkap ini kreator maupun adminnya. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada Polri mengkreasi seperti isu yang beredar," kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul di Mabes Polri, Rabu (2/10/2019).
Menurut Rickynaldo, sebagian pelaku cuma ikut meramaikan lewat di media sosial. Tak seperti pelajar lain yang turun ke jalan sampai demo ke Kompleks DPR/MPR.
Misalnya RO. Dia tak jadi ikut demo lantaran tertahan di Stasiun Depok, kemudian ada juga pelaku lain yang terhadang di Stasiun Bogor hingga terminal bus.
"Akhirnya kembali pulang dan hanya memonitor dari media sosial, WhatsApp grup ataupun instagram, insta story, mereka selalu memonitor dari situ," ujar dia.
Rickynaldo mengatakan, para pelaku heran ternyata WhatsApp Grup berdampak sangat besar dalam pengalangan massa pelajar.
"Mereka tidak mengira kalau dampaknnya pelajar sampai turun sebanyak itu," ujar dia.
Â
Advertisement