Liputan6.com, Jakarta - Seorang anak perantau asal Sumatera Barat menceritakan kembali suasana mencekam saat kerusuhan di Wamena, Papua pecah, 23 September 2019 lalu.
Ikut orang tuanya merantau, ia tengah mengenyam kelas dua di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di ibu kota Kabupaten Jayawijaya tersebut.
"Saat itu, hari Senin sekitar pukul 08.00 Wit, setelah upacara saya mau ujian Agama, tiba-tiba kerusuhan itu terjadi," kata anak tersebut.
Advertisement
Ia bercerita, saat itu perusuh yang kocar kacir sempat masuk ke halaman sekolah dan melempari kaca-kaca ruang kelas saat kerusuhan terjadi. Parahnya, perusuh berusaha merangsek masuk ke kelas, padahal saat itu kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
"Untuk mengamankan diri, saya bersama teman-teman lain bertahan dalam kelas, kemudian menyusun meja serta bangku-bangku untuk menghalang pintu," ia menambahkan.
Seperti dikutip dari Antara, dia bersama dengan 40 teman sekelasnya berusaha menahan pintu supaya perusuh tidak masuk ke ruang kelas. Untungnya, perusuh kemudian meninggalkan sekolah.
"Kami bertahan di dalam kelas sekitar setengah jam, hingga kemudian ada kerabat yang datang menjemput," katanya.
Jafri (60), orangtua anak laki-laki itu, mengaku panik saat kerusuhan di Wamena meletus karena anaknya masih berada di sekolah dan saat menelepon ke sekolah tidak ada yang menjawab.
"Ibunya sudah menangis, hingga salah satu kerabat menelpon dan mengatakan anaknya sudah dijemput dari sekolah, dan sudah aman bersamanya," kata Jafri.
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bertemu di Pengungsian
Anak laki-laki Jafri bertemu kembali dengan orangtuanya di tempat pengungsian di markas Kodim 1702 Jayawijaya di Wamena. Pada Kamis (3/10/2019) keluarga itu tiba di tanah Minangkabau.
Keluarga Jafri merupakan perantau asal Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Mereka merantau ke Wamena sejak tahun 2000.
Anak lelaki Jafri mengatakan bahwa dia terakhir pulang ke kampung orang tuanya saat kelas dua Sekolah Dasar. Kerusuhan di Wamena membuat dia memilih melanjutkan sekolah di kampung halaman.
"Karena kejadian ini, saya lebih memilih sekolah di kampung saja," katanya.
Demonstrasi berujung kerusuhan di Wamena pada 23 September 2019 menyebabkan lebih dari 30 orang meninggal dunia dan mengakibatkan banyak bangunan rumah, toko, kantor, dan fasilitas umum rusak.
Â
Advertisement