Sukses

Kasus Meikarta, Eks Gubernur Jabar Aher Ditelisik soal Tata Ruang Bekasi

Aher juga mengaku ditelisik penyidik KPK seputar Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang pernah digawangi oleh Iwa Karniwa.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau akrab disapa Aher rampung menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa dalam kasus suap proyek Meikarta untuk tersangka Sekda nonaktif Jawa Barat Iwa Karniwa (IWA).

Aher mengaku ditelisik penyidik KPK seputar Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang pernah digawangi oleh Iwa Karniwa dan diganti oleh mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.

"Tadi ditanya (penyidik) kenapa diganti. Saya jawab pergantian itu sesuai dengan aturan, setelah kita konsultasi ke berbagai tempat termasuk kalau di analisa biro hukum pergantian itu boleh," ujar Aher di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (4/10/2019).

Selain soal BKPRD, dia mengaku dicecar soal Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi terkait perizinan proyek yang bakal digarap oleh Meikarta.

"Jadi RDTR itu dibahas di DPRD Kabupaten Bekasi, setelah dibahas disetujui bersama bupati dikirim ke provinsi, di provinsi ada proses lebih lanjut sampai proses akhirnya ada persetujuan subtansi dari gubernur," kata dia.

Saat dikonfirmasi ihwal pertemuan Aher dengan eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin di Moscow Rusia, Aher tak mau menjawab. Dia menuturkan, hal itu sudah dia jelaskan sebelumnya. "Sudah, sudah. Waktu itu sudah dijawab," kata Aher.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Iwa Karniwa Tersangka

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Iwa Karniwa sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017.

Iwa Karniwa diduga menerima Rp 900 juta terkait pengesahan RDTR terkait pengajuan izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) yang diajukan untuk pembangunan proyek Meikarta.

Iwa menerima uang tersebut dari pihak PT Lippo Cikarang melalui Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi saat itu, Neneng Rahmi Nurlaili.

Iwa diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain Iwa, KPK juga menetapkan pihak swasta yaitu Bortholomeus Toto yang tercatat sebagai mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang.