Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi didesak segera mengeluarkan Perppu KPK setelah revisi UU KPK disahkan DPR RI pada September lalu. Revisi UU KPK ini dinilai sebagai salah satu bentuk pelemahan terhadap lembaga antirasuah itu.
Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ifdhal Kasim mengatakan, Perppu belum bisa dikeluarkan sebelum ada syarat formil. Yaitu, UU yang telah diundangkan dan telah memiliki nomor registrasi sebagai lembaran negara. Saat ini, UU KPK hasil revisi belum berlaku karena belum diundangkan dan belum masuk 30 hari sejak disahkan di DPR.
"UU revisi ini kan belum menjadi UU karena dia belum ditandatangani presiden dan dia belum masuk dalam lembaran negara dan ada nomornya. Ini dulu yang harus dipenuhi baru presiden bisa mengeluarkan kalau memang mau mengeluarkan Perppu," jelasnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2019).
Advertisement
Ifdhal mengatakan, sebelum memasuki 30 hari sejak disahkan, presiden masih punya waktu melakukan komunikasi dengan masyarakat dan aktivis anti korupsi, termasuk dengan partai koalisi pemerintah dan DPR. Saat ini komunikasi politik terus dilakukan sebagai salah satu respons atas desakan publik.
Komunikasi ini diperlukan untuk memudahkan presiden menentukan materi atau isi Perppu KPK jika akhirnya nantinya akan diterbitkan, termasuk membahas setiap pasal yang banyak dikritik masyarakat.
Selain itu, lanjut Ifdhal, presiden juga melakukan komunikasi politik dengan DPR terkait kemungkinan diambil langkah legislative review.
"Legislative review juga bukan suatu proses yang sulit dan juga lama," ujarnya.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jokowi Sedang Pertimbangkan Opsi
Ifdhal menjelaskan, presiden kini tengah melakukan kalkulasi politik dua opsi. Yaitu penerbitan Perppu dan legislative review UU KPK.
"Meskipun secara subjektif presiden bisa saja mengeluarkan Perppu karena itu memang kewenangan konstitusional dari seorang presiden. Tapi kewenangan ini baru bisa diagunakan setelah UU-nya berlaku terlebih dahulu," jelasnya.
Sementara itu, mantan Ketua Panja Revisi UU KPK, Supratman Andi Agtas mempersilakan jika pemerintah mengajukan legislative review ke DPR. DPR akan membahas kembali poin mana saja yang menjadi usulan untuk direvisi.
Namun demikian, menurutnya jangan sampai ada kegaduhan karena saat ini UU KPK hasil revisi belum resmi berlaku.
"Kami tahu bahwa ada tuntutan untuk melakukan gugatan terhadap UU KPK ini. Tapi kan harus sabar karena nomornya belum keluar artinya belum sah jadi UU. Oleh karena itu saya berharap presiden dalam waktu ini harusnya mengundang pimpinan DPR dalam rapat konsultasi membicarakan ini," jelasn Supratman.
"Banyak cara diluar JR (judicial review), ada legislative review, ada Perppu, silakan undang semua. Jangan hanya kepada parpol koalisi tapi juga dengarkan partai oposisi," dia mengakhiri.
Â
Sumber: Merdeka.com
Reporter: Hari Ariyanti
Advertisement