Sukses

Sofyan Basir yang Dituntut 5 Tahun Meski Tak Menikmati Uang Suap

Sofyan Basir yang Dituntut Meski Tak Menikmati Uang Suap

Liputan6.com, Jakarta - Kekecewaan tampak di wajah mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir saat mengetahui dirinya dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan menilai ada yang janggal sejak dirinya dijerat sebagai tersangka dalam kasus suap PLTU Riau-1.

Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini pada 23 April 2019.

Sofyan Basir merupakan tersangka kelima setelah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, dan Samin Tan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal.

Kasus yang menjerat Sofyan Basir ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat, 13 Juli 2018. Saat itu, KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Audrey Ratna Justianty kepada Tahta Maharaya di lantai 8 gedung Graha BIP.

Audrey merupakan sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo. Sedangkan Tahta adalah staf sekaligus keponakan Eni Maulani Saragih. KPK mengamankan Tahta di parkir basement gedung Graha BIP beserta barang bukti uang Rp 500 juta.

Setelah itu, KPK mengamankan Audrey beserta barang bukti berupa dokumen tanda terima uang yang telah diserahkan kepada Tahta. Selain Audrey, KPK juga mengamankan Johannes yang sedang berada di ruang kerjanya.

Sementara itu, tim KPK lainnya mengamankan Eni bersama sopirnya di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan. KPK juga mengamankan pihak lainnya, seperti seorang staf Eni di Bandara Soekarno-Hatta dan suami Eni, Muhammad Al-Khadziq.

Dari hasil OTT tersebut KPK menetapkan Eni dan Kotjo sebagai tersangka. Dalam perjalanannya, keduanya sudah divonis bersalah oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta. Eni divonis 6 tahun penjara, sementara, Kotjo divonis 2 tahun 8 bulan penjara.

Usai Eni dan Kotjo, KPK menjerat Idrus Marham pada Agustus 2018. Idrus divonis 5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Sementara Samin Tan yang dijerat lebih dahulu dari Sofyan Basir masih belum ditahan penyidik KPK.

Samin Tan dijerat pada Februari 2019, dua bulan sebelum menjerat Sofyan Basir. Namun Sofyan Basir harus merasakan lebih dahulu ditahan lembaga antirasuah dibanding Samin Tan.

Sofyan Basir ditahan penyidik KPK pada Senin, 27 Mei 2019 malam usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sebelum ditahan, Sofyan Basir sempat mengajukan gugatan praperadilan pada Rabu, 8 Mei 2019 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun pada 24 Mei 2019, Sofyan Basir melalui kuasa hukumnya, Soesilo Aribowo mencabut gugatan praperadilan tersebut. Soesilo beralasan, pencabutan gugatan praperadilan agar kliennya fokus menghadapi proses hukum di KPK.

Alhasil, Sofyan menghadapi dakwaan jaksa pada KPK satu bulan setelah mencabut gugatan praperadilan. Dakwaan Sofyan Basir dibacakan pada 24 Juni 2019 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Setelah tiga bulan lebih sidang berjalan, Sofyan Basir mengahadapi tuntutan jaksa. Sofyan Basir harus menerima kenyataan tersebut. Selain tuntutan 5 tahun penjara, Sofyan Basir juga dikenakan denda Rp 200 juta. Jika tak dibayar maka hukumannya ditambah menjadi 3 bulan kurungan.

Tuntutan dilayangkan jaksa KPK lantaran mantan Dirut BRI itu terbukti terkait dengan tindak pidana suap proyek PLTU Riau-1. Meski terkait, tuntutan tersebut terbilang rendah.

Pasal yang disangkakan kepada Sofyan Basir adalah Pasal 12 huruf a Jo Pasal 15 undang-undang nomor 20 tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

Dalam pasal 12 tertulis hukuman yang menjerat penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Rupanya dalan tuntutan jaksa itu disebut bahwa Sofyan Basir tak menikmati uang suap. Sofyan dituntut 5 tahun penjara lantaran dianggap turut membantu terjadinya tindak pidana korupsi berupa suap terkait proyek PLTU Riau-1.

Hal tersebut yang menjadi pertimbangan keringanan tuntutan Sofyan Basir.

"(Sofyan Basir) bersikap sopan selama diperiksa di persidangan, serta belum pernah dihukum, dan tidak ikut menikmati hasil tindak pidana suap," ucap Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).

Mendengar tuntutan jaksa, Sofyan Basir menilai ada kreativitas yang luar biasa yang diperlihatkan KPK. Menurut Sofyan ada hal yang tak wajar sejak dirinya dijerat sebagai tersangka dalam perkara ini.

"Jadi memang dalam arti kata, saya merasa ada sesuatu yang tak wajar karena ini bukan proyek APBN, ini proyek betul-betul kami terima uang dari luar dalam rangka investasi masuk," kata dia seperti dikutip dari Antara usai mendengar tuntutan.

Sofyan menilai, seperti yang disebutkan jaksa KPK bahwa dirinya tak menerima sepersen pun dari proyek senilai USD 900 juta itu. Dia bahkan menuduh tim lembaga antirasuah telah mengkriminalisasi dirinya.

"Bisa dikatakan kriminalisasi," kata Sofyan Basir.

Meski demikian, tuntutan 5 tahun dari jaksa KPK terhadap Sofyan Basir bukan tanpa alasan. Sofyan Basir dinilai terbukti turut memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha, Johannes Budisutrisno Kotjo dalam pembahasan PLTU Riau-1.

Tak hanya itu, Sofyan Basir juga dianggap mengetahui bahwa Eni Saragih dan Idrus Marham akan mendapatkan fee dari Johanes Kotjo jika perusahaan Johanes, Blackgold Natural Resources Limited diberikan kesempatan menggarap PLTU Riau-1.

Sofyan Basir juga disebut beberapa kali melakukan pertemuan dengan Eni Saragih dan Kotjo membahas proyek ini. Sofyan menyerahkan ke anak buahnya, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso untuk mengurus proposal yang diajukan Kotjo.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Jasa Sofyan Basir

Atas bantuan Sofyan Basir, perusahaan Johanes Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Eni dan Idrus menerima imbalan dari Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar.

Tindakan lainnya yang dinilai turut membantu terjadinya suap adalah penandatanganan surat persetujuan. Padahal, sebelum surat itu ditandatangani, materi harus dirapatkan dengan jajaran direksi lain di PLN.

Sementara dalam kasus ini Sofyan melangkahi prosedur tersebut. Sofyan terlebih dahulu melakukan penandatanganan surat persetujuan proyek tersebut meski materi dari surat itu belum dibahas lebih lanjut dengan jajaran direksi lainnya di PLN.

Merujuk keterangan ahli hukum Abdul Fickar Hadjar, jaksa mengatakan orang yang membantu perbuatan tindak pidana korupsi tak harus mendapatkan hasil.

"Dalam hal mereka yang turut membantu tidak harus memperoleh manfaat yang didapatkan," ucap jaksa saat membaca analisa yuridis tuntutan Sofyan Basir.

Berdasarkan fakta persidangan, jaksa mengatakan peran Sofyan dalam kasus ini sangat inti. Ditambah keterangan Johanes Kotjo saat di persidangan yang mengatakan tanpa adanya bantuan Sofyan Basir, kesepakatan PLTU Riau-1 tak akan selesai.

"Ini repotnya pertemuan menjadi perbantuan, ini sangat berbahaya buat direksi BUMN lain. Kalau pertemuan bisa diputarbalikkan menjadi perbantuan berbahaya karena perbantuan tuh sudah dijelaskan oleh jaksa, kami tak terima uang satu persen pun, dianggap membantu, pun, didakwa dengan lima tahun," kata Sofyan Basir.