Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku membahas situasi terkini saat bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis siang. Namun, kedua tokoh politik itu tak membicarakan seputar peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Padahal, perppu KPK adalah salah satu topik yang tengah dibicrakan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil survei, mayoritas publik mendesak Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
"Enggak, enggak (membahas Perppu KPK)," kata Jokowi usai bertemu SBY di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Advertisement
Adapun yang dibahas Jokowi dan Presiden ke-6 RI itu adalah seputar masalah ekonomi dan politik. Jokowi dan SBY memibacarakan masalah ekonomi dunia yang menuju resesi.
"Terutama berkaitan situasi eksternal dari sisi ekonomi, yang kita semua hati-hati karena perkembangan ekonomi dunia. Masalah dunia yang menuju pada resesi. Bicara banyak," jelas Jokowi.
Sebelumnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggelar survei opini publik terhadap gerakan mahasiswa dan Perppu KPK. Tujuan dari survei ini salah satunya untuk mengetahui apakah masyarakat menerima atau menolak UU KPK.
Hasilnya, sebanyak 70,9 persen responden setuju bahwa UU KPK hasil revisi dapat melemahkan kinerja lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi.
"Sebanyak 70,9 persen publik yang tahu revisi UU KPK, yakin bahwa UU KPK yang baru melemahkan KPK, dan yang yakin sebaliknya hanya 18 persen," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan di Erian Hotel Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Setuju Keluarkan Perppu
Menurut dia, 76,3 persen publik kemudian meminta agar Presiden Jokowi menerbitkan perppu KPK. Sementara itu, yang menolak perppu KPK hanya 12,9 persen.
"Lebih 3/4 publik yang mengetahui revisi UU KPK, menyatakan setuju Presiden keluarkan perppu. Aspirasi publik menilai UU KPK melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Jalan keluarnya adalah mengeluarkan perppu. Dan (perppu) itu kewenangan presiden," jelas Djayadi.
Sebagai informasi, survei dilakukan pada 4 hingga 5 Oktober 2019. Responden dalam survei ini dipilih secara acak dari responden LSI sebelumnya yang jumlahnya 23.760 orang dan mempunyai hak pilih.
Responden dipilih secara stratified cluster random sampling. Dari total sebanyak 23.760, LSI kemudian memilih responden yang memiliki telepon, dan jumlahnya 17.425.
Â
Advertisement