Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo berdiskusi soal rencana amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan. Jokowi ingin tahu sejauh mana kajian amandemen UUD tersebut.
"Saya tadi bertanya mengenai amandemen ke beliau. Beliau kan mantan ketua MPR, sehingga yang sudah dipersiapkan, kajian seperti apa, kira-kira seperti apa," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Selain itu, Jokowi dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini membahas tantangan yang akan dihadapi Indonesia di masa akan datang. Terutama kondisi ekonomi dan politik nasional maupun global.
Advertisement
"Hal-hal seperti itu perlu dibicarakan dengan ketua umum, sehingga kita memiliki visi yang sama, bagaimana menghadapi, kita tau apa yang harus kita kerjakan," jelas Jokowi.
Zulkifli Hasan membenarkan mereka membahas soal amandemen UU 1945 dan tantangan di masa depan. Di hadapan Kepala Negara, Zulkifli Hasan memaparkan bahwa amandemen UUD tidak akan mengubah sistem pemilihan presiden.
"Itu cuma terbatas, amandemen yang sangat terbatas. Sifatnya itu filosofis, ideologis yang menggambarkan visi Indonesia sampai nanti kayak apa bukan teknis," jelasnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
MPR Buka Masukan
Sementara, Wakil Ketua MPR Arsul Sani menegaskan pihaknya terbuka untuk mendengarkan masukan dari semua pihak terkait amandemen UUD 1945. Kata dia, MPR membuka konsultasi yang seluas-luasnya.
"Tentu tidak tertutup kemungkinan mulai membuka ruang publik. Nanti hasilnya apa, diskursus di ruang publik, ya sama-sama kita lihat seperti apa. Apakah kemudian diskursusnya mengerucut pada satu hal, enggak perlu di amandemen atau diamandemen dengan terbatas atau agak luas ya kita lihat. Jugakan partai-partai, elemen masyarakat juga boleh sampaikan pandangannya masing-masing," kata Arsul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/10).
Arsul mengatakan pimpinan MPR juga tidak ingin terburu-buru untuk melakukan amandemen UUD 1945. Karena itu, perlu dibuka ruang publik agar pembahasan lebih komprehensif.
"Saya kira apa yang diinginkan PPP ini juga yang menjadi juga kesepakatan paling engga di pimpinan MPR bahwa wacana ini kita gulirkan. Tapi proses legal dan formalnya enggak terburu-buru," ungkapnya.
Tambahnya juga tidak tertutup kemungkinan jika pembahasan amandemen itu tidak disahkan periode 2019-2024. Pasalnya yang diprioritaskan adalah mendengarkan masukan dari masyarakat.
"Membuka wacana ini seluas-luasnya partisipasi publik yang nanti difasilitasi melalui program MPR," ucapnya.
Reporter: Sania Mashabi, Titin Supriatin
Sumber: Merdeka
Advertisement