Liputan6.com, Bogor - Kementerian Pertanian (Kementan) memonitoring sejumlah bandara dan pelabuhan untuk mengantisipasi penyebaran virus african swine fever (ASF) atau flu babi Afrika masuk ke Indonesia.
ASF merupakan virus yang tidak berbahaya bagi manusia, tetapi mematikan untuk babi peternak maupun babi hutan. Sejauh ini, belum ada vaksin yang mampu mencegah penularan virus tersebut.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita mengatakan, perkembangan penyebaran virus ASF sangat cepat dan telah mendekati perbatasan wilayah Indonesia. Serangan virus sudah mewabah ke negara-negara di sekeliling Indonesia seperti Filipina, Timor Leste, China, beberapa negara ASEAN, Eropa dan Afrika.
Advertisement
"Kenapa saya khawatir, karena negara-negara di sekeliling kita ini sudah terpapar ASF. Intinya kita siaga satu. Kita terancam karena sudah dijepit negara lain," beber Diarmita di Bogor, Jawa Barat, Minggu (20/10/2019).
Menurutnya, potensi ancaman masuknya penyakit ini ke Indonesia sangat besar. Oleh sebab itu, tindakan pencegahan dan kewaspadaan dini terhadap penyakit ini harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis.
"Mitigasi lapangan dilakukan dengan mencegah masuknya sampah pesawat terutama dari negara-negara yang sudah tercemar virus ASF," kata Diarmita.
Potensi penyebaran virus ASF selain dari sampah pesawat juga oleh manusia. Ketika manusia berdekatan dengan babi, maka virus tersebut dapat menempel di tubuh dan menyebar ke babi yang lain.
"Virus ASF itu tidak menyerang manusia, tapi menempel di tubuh manusia. Pada saat manusia itu sudah terkena virus itu lalu berada dekat babi, virusnya dapat menyerang babi tersebut" kata dia.
Meski tidak membahayakan manusia, dampak ASF ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi bagi para peternak babi. Sebab, penularannya sangat cepat dan dipastikan menyebabkan kematian.
"Misal di sebuah peternakan babi, ada satu ekor ada yang kena virus itu, semua bakal terserang dan mati 100 persen," ujar Diarmita.
Saat ini Indonesia memiliki banyak peternakan babi dan merupakan salah satu pemasok utama bagi pasar Singapura. Peternakan babi terbesar tersebar di wilayah Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, NTT, Bali, Papua, dan Papua Barat. Karena itu, Indonesia termasuk wilayah terancam virus tersebut.
"Kalau sampai virus ini masuk ke wilayah kita, Indonesia akan kehilangan pasar ekspor dan potensinya, baik untuk babi maupun produknya," terangnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Langkah Antisipasi
Untuk mengantisipasi penyebaran virus ASF, lanjut Diarmita, Kementan telah membentuk tim terpadu. Petugas lapangan akan melakukan langkah cepat dan eksekusi apabila penyakit ini terjadi di Indonesia, terutama di daerah yang populasi babinya tinggi di Indonesia.
"Kita sudah menyiapkan pedoman kesiapsiagaan darurat veteriner ASF dengan empat tahapan penanggulangan yaitu tahap investigasi, siaga, operasional dan tahap pemulihan," ucap Diarmita.
Sementara itu, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian (Barantan), Agus Sunanto mengaku pihak Barantan telah melakukan upaya antisipatif, di antaranya memperketat serta meningkatkan kewaspadaan pengawasan karantina di berbagai akses masuk ke negara Indonesia, seperti bandara dan pelabuhan.
"Di Bandara Soekarno-Hatta, pengelolaan sampah pesawat sudah dikelola dengan baik, sampahnya dimusnahkan," kata dia.
Sejauh ini, pihak Barantan belum menemukan kasus penyebaran virus ASF melalui manusia maupun sampah pesawat. "Sampai saat ini belum ditemukan virus itu," kata dia.
Selain melakukan antisipasi dan pengawasan di bandara maupun pelabuhan, pihak Barantan juga merangkul semua instansi, baik di pos lintas batas negara, seperti Bea dan Cukai, Imigrasi, maskapai penerbangan, agen travel serta dinas peternakan di daerah.
"Kita lakukan antisipasi ini karena bila virus masuk dan menyebar potensi kerugian kematian akibat ASF sangat tinggi. Sebab belum ada vaksin yang mampu mencegah penularan virus tersebut," terangnya.
Advertisement