Sukses

Istana Ungkap Alasan Tetty Paruntu Gagal Bertemu Jokowi saat Seleksi Calon Menteri

Tetty Paruntu pernah diperiksa sebagai saksi kasus korupsi di KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Bupati Minahasa Selatan Christiany Eugenia Paruntu atau Tetty Paruntu menjadi sorotan karena batal bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam seleksi kabinet kerja jilid II. Tetty meninggalkan istana dari pintu samping usai bertemu Ketum Golkar Airlangga Hartarto.

Juru bicara presiden Fadjroel Rachman mengatakan, Tetty Paruntu sejatinya diundang untuk datang ke Istana sama seperti calon menteri lainnya. Namun karena sejumlah pertimbangan, politikus Partai Golkar itu tidak jadi bertemu Jokowi.

"Diakui memang diundang kan, disampaikan melalui WA (WhatsApp) langsung. Tetapi kemudian ada sejumlah pertimbangan terkait dengan prinsip kehati-hatian," ujar Fadjroel di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).

Prinsip kehati-hatian yang dimaksud, kata Fadjroel, terkait Tetty yang pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus korupsi yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.

"Jadi presiden tetap menginginkan supaya siapapun calon menteri yang terlibat dalam kabinet kedua ini semuanya mudah-mudahan dan insyaallah bersih dari masalah-masalah, sehingga tidak menggangu kinerja kabinet berikutnya," ucapnya.

Fadjroel belum bisa memastikan siapa yang semula menyodorkan nama Tetty Paruntu untuk dijadikan pembantu presiden Jokowi. Kendati, dia mengakui ada koordinasi antara Jokowi dengan parpol anggota koalisi terkait susunan kabinet ini, tak terkecuali Partai Golkar.

"Memang ada koordinasi dengan pihak partai, terus kemudian ada informasi yang datang, lalu dalam membentuk kabinet yang penuh kehati-hatian lalu kemudian itu disampaikan," katanya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Pertimbangan Tim Tujuh

Lebih lanjut, Fadjroel menjelaskan, Presiden Jokowi tidak bekerja sendiri dalam menyeleksi calon menterinya. Jokowi dibantu tim tujuh yang dibentuknya untuk menyusun kabinet kerja jilid II.

"Secara khusus itu ada pertimbangan yang diberikan oleh tim tujuh yang dibentuk presiden. Tujuh orang ini bisa memberikan masukan, pertimbangan, termasuk verifikasi. Pada intinya mereka selalu berdiri di atas prinsip kehati-hatian agar kabinet tidak memiliki beban ke depannya," ucapnya.