Sukses

Pilot Jam Terbang Tinggi Disinyalir Mudah Terpapar Narkoba

Yang sedang marak adalah narkoba jenis anvetamin sabu bisa melek sampe 3 hari.

Liputan6.com, Jakarta - Pilot aktif dan awak kabin pesawat terbang, disinyalir lebih rentan terpapar narkoba. Jenis sabu adalah yang paling dominan dikonsumsi oleh mereka.

Menurut pakar anti narkoba, Aisah Dahlan, alasan utama pilot dan awak kabin lebih gampang terkena narkoba terutama jenis sabu karena jam terbang yang tinggi. Namun, tidak diseimbangi dengan waktu istirahat yang cukup.

"Orang-orang yang bekerja di penerbangan rentan terpapar sabu. Karena begini, pilot kan sering kerja malam hari, bisa seharian bawa pesawat. Kalau ngantuk kan bahaya," ungkap Aisah di Garuda City Center, Bandara Soekarno-Hatta.

Sebab mereka juga dituntut untuk selalu terbangun dan berstamina saat mengantarkan penumpang dari pulau ke pulau. Sehingga, kata Aisah, bukan hal yang sulit untuk pilot dan awak kabin untuk terpancing menggunakan narkotika jenis sabu.

"Bayangkan seperti pilot yang bekerja tidak kenal waktu, resiko tinggi menggunakan sabu karena mereka harus melek. Bayangkan seperti pilot yang bekerja tidak kenal waktu," jelas Aisah.

Sebab, efek dari sabu sudah santer terdengar dapat membuat mata melek selama tiga hari tiga malam tanpa istirahat. Padahal efek tersebut hanya berlaku awal saja dan akan berdampak negatif apabila dikonsumsi secara berlebihan.

"Bulan pertama memang tidak ada apa-apa, masuk bulan kedua mulai ada efek paranoid, halusinasi, curiga. Nah itu mulai bahaya akhirnya kerja enggak, malah dia mulai naik dosis dan menimbulkan tindakan kriminal," terang Aisah.

Sebenarnya, kata dia, bukan hanya pilot namun angka menunjukan 70 persen pengguna narkoba adalah pekerja, 22 persen pelajar dan mahasiswa, 8 persen lainnya.

"Kalau dulu yang 70 persen pelajar, kalau sekarang orang pekerja. Karena yang sedang marak adalah jenis anvetamin sabu bisa melek sampe 3 hari tadi," ujar Aisah.

Menanggulangi hal itu, Ikatan Istri Karyawan Garuda Indonesia (IIKGA) menggelar penyuluhan dan pemberantasan narkoba dalam seminar anti narkoba yang bertajuk We Say No To Drugs.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Gandeng BNN

Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara mengatakan, diselenggarakannya seminar di atas untuk mencegah narkoba masuk ke keluarga pegawai Garuda Indonesia terutama pilot.

"Bahwa narkoba itu adalah mulanya dari ketidakpedulian kita terhadap pasangan masing-masing sehingga anak kita yang ingin dekat dan ingin mendapat informasi malah mendapat informasi dari luar dan salah," kata Ari.

Dalam upaya pemberantasan narkoba, lanjutnya, Garuda Indonesia Group sebelumnya juga telah bekerja sama Badan Narkotika Nasional (BNN) sejak tahun 2015 lalu. Lalu di bulan Juli tahun 2019, Sriwijaya Air Group turut berpartisipasi dalam pembentukan kader anti penyalahgunaan narkoba, sosialisasi pengawasan lalu lintas orang, barang, dan pos yang dicurigai sebagai jalur peredaran narkoba.

"Selain itu, perusahaan berkala juga mengadakan pemeriksaan wajib tes urine bagi seluruh karyawan termasuk para jajaran manajerial. Apabila ditemukan karyawan yang terbukti mengonsumsi narkoba, maka kami tidak segan untuk memberikan sanksi tegas sesuai ketentuan yang berlaku," tegas Ari

Pemeriksaan rutin, menurut Ari sebagai bentuk kepedulian dan keselamatan penerbangan apa lagi Garuda Indonesia adalah maskapai berpelat merah. Bahkan pemeriksaan urine untuk penangkalan pencandu narkoba sudah dilakukan sejak tes rekrutmen pilot dan pegawai Garuda Indonesia.

"Pemeriksaan tes urine juga kami lakukan sebagai bagian dari proses rekrutmen pada tahap background check,"kata Ari.

Dengan harapan setiap individu yang bergabung menjadi keluarga besar Garuda Indonesia Group akan bersatu memberantas narkoba dan selalu mengedepankan aspek keselamatan dan keamanan para pengguna jasa layanan penerbangan. (Pramita Tristiawati)