Liputan6.com, Jakarta - Kekayaan budaya Betawi memang tak habis untuk digali. Lembaga Kebudayaan Betawi selaku mitra pemerintah DKI Jakarta telah menyelenggarakan fungsi edukatifnya dengan mengenalkan sejarah Jakarta di lima wilayah di DKI Jakarta.
Kali ini sejarah dan asal-usul kelurahan Duren Sawit dibahas tuntas. Duren Sawit merupakan sebuah perkampungan yang cukup ramai berada di wilayah Jakarta Timur. Di kawasan itu dahulunya perkebunan yang ditumbuhi banyak pohon, terutama durian (durio zibethinus) dan kelapa sawit yang termasuk famili dari pohon palem (arecaceae).
Rabu malam (23/10) merupakan acara terakhir Jam Lurah (Jangan Lupakan Sejarah) di Gedung Pusat Pelatihan Seni Budaya Jakarta Timur. Acara yang bertujuan mendekatkan masyarakat dengan sejarah kampungnya sendiri itu dipandu oleh Yoyo Muchtar, pemimpin keroncong Bandar Jakarta, dan Maya Saphira.
Advertisement
Sejarah Duren Sawit dan daerah sekitarnya kemudian dikupas habis bersama H Nurdin (tokoh masyarakat Duren Sawit), Lurah Pondok Kelapa Siska Leonita dan Yahya Andi Saputra (Ketua Litbang LKB).
Masyarakat yang hadir sangat antusias menyimak pemaparan mengenai asal-usul nama daerah mereka. Tak heran sampai acara berakhir menjelang tengah malam, warga tetap bertahan mendengarkan penjelasan para narasumber.
Baca Juga
Tentang Duren Sawit ada yang berpendapat nama tersebut berasal dari kata pohon duren dan pohon sawit. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Duren Sawit dari kata duren sa’uit (secuil, sedikit).
Diskusi kemudian juga membahas tentang Haji Naman, seorang tokoh masyarakat pejuang dari daerah setempat yang sekarang namanya diabadikan menjadi sebuah nama jalan di daerah tersebut. Perjuangan H Naman tak lepas dari kisah perjuangan KH Noer Ali dari Bekasi dan H Darip dari daerah Klender yang wilayahnya saling berdekatan.
H Naman dikenal sebagai guru silat dan guru ngaji yang dulu melakukan perlawanan terhadap Belanda. Yang menarik membahas silat di Duren Sawit, ternyata warga setempat menyatakan masyarakat daerah ini juga memiliki silat asli setempat yang disebut Jurus Dua Pinggir. Gerak silat ini sempat dipertunjukkan di sela-sela diskusi pembahasan Jamlurah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Mempertahankan budaya Betawi
Ada banyak hal menarik yang dibahas pada setiap kali acara Jamlurah digelar, karena munculnya hal-hal baru yang sebelumnya tidak muncul ke permukaan. Inilah manfaat besar yang muncul dari gencarnya digelarnya acara Jamlurah, yakni memunculkan khasanah budaya lokal Betawi yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Untuk sementara acara Jamlurah tahun 2019 sudah selesai dilaksanakan dan akan akan dilanjutkan kembali tahun 2020 mendatang.
Masyarakat sendiri merasa antusias karena selain mendapat pengetahuan baru, mereka juga terhibur dengan adanya pertunjukan silat dan gambang kromong.
Advertisement