Sukses

Musim Pancaroba, BNPB Minta Masyarakat Waspada Bencana

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo mengatakan, beberapa wilayah mengalami fenomena hidrometeorologi hingga berujung bencana.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap potensi bahaya akibat pergantian musim dari kemarau ke penghujan.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo mengatakan, beberapa wilayah mengalami fenomena hidrometeorologi hingga berujung bencana. Bahaya yang perlu diwaspadai, kata Agus yaitu banjir, tanah longsor dan puting beliung setiap kali memasuki musim penghujan. "Bencana ini termasuk bencana mematikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir," ujar Agus dalam siaran persnya, Selasa (29/10/2019).

Pada akhir bulan Oktober ini, kata dia, beberapa daerah sudah memasuki penghujan. Sementara beberapa daerah mengalami musim pancaroba sedangkan beberapa daerah lain masih dalam kondisi musim kemarau.

Prakiraan BMKG, 20 persen wilayah pada bulan Oktober 2019 sudah memasuki musim penghujan, 47 persen wilayah pada bulan November 2019 mulai musim hujan, dan 23 persen wilayah akan memasuki musim penghujan pada bulan Desember 2019.

BMKG telah mengidentifikasi prakiraan curah hujan selama November 2019. Beberapa wilayah dengan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dapat terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan sebagian Sumatera Barat dan sebagian wilayah Papua.

Untuk wilayah Sebagian Sumatera lainnya, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku terpantau curah hujan dengan kategori rendah hingga menengah selama November nanti.

Sebagian wilayah sudah mengalami musim hujan bahkan terjadi bencana banjir dan tanah longsor seperti di Aceh, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat.

Sedangkan beberapa wilayah yang mengalami pancaroba terjadi bencana puting beliung di beberapa wilayah, antara lain di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pusat Pengendali Operasi BNPB mencatat beberapa kejadian tersebut di Jawa Barat, Aceh dan Kalimantan. Perubahan musim dapat ditandai dengan fenomena angin puting beliung yang bersifat merusak.

Sementara beberapa daerah masih mengalami puncak musim kemarau sehingga kondisi lahan sangat kering dan mudah kebakaran. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terjadi di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Beberapa gunung di Pulau Jawa dan NTB juga mengalami kebakaran juga.

Sedangkan perkembangan terkait dengan bencana banjir, tanah longsor dan puting beliung, kata Agus, BNPB mencatat selama Oktober 2019 sebagai berikut 57 kali puting beliung menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka, 462 mengungsi, 7.425 unit rumah rusak. Dari jumlah rumah rusak tersebut, sebanyak 200 rusak berat (RB), 898 rusak sedang (RS) dan 6.327 rusak ringan (RR). Sedangkan kerusakan pada fasilitas umum, sebanyak 37 fasilitas rusak yang mencakup 15 fasilitas pendidikan, 20 peribadatan dan 2 kesehatan.

Sejumlah kejadian puting beliung ini terjadi di Jawa Tengah 21, Jawa Barat 14, Aceh, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan 4, Sumatera Utara 3, Sumatera Barat masing-masing 2 kali, Banten, Yogyakarta, Kalimantan Barat dan Riau masing-masing 1 kali.

Pada kejadian tanah longsor, bencana terjadi 8 kali dan mengakibatkan 2 orang meninggal dunia, 73 mengungsi, serta kerusakan pada 21 unit rumah, 3 fasilitas yang terdiri dari fasilitas pendidikan dan peribadatan.

Tanah longsor terjadi di Jawa Barat 6 kali, Jawa Timur 1 dan Sumatera Utara 1 kali. Sedangkan banjir, BNPB mencatat terjadi 7 kali banjir yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 285 mengungsi, 237 unit rumah terendam. Banjir terjadi di Aceh 5 kali, Sumatera Barat 1 dan Sumatera Utara 1.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sementara itu, kebakaran hutan dan lahan (karthula) masih terjadi hingga pekan kelima September 2019. Data BNPB mencatat luas lahan terdampak karhutla mencapai 857.756 ha dari Januari hingga September 2019.

Enam provinsi yang menjadi prioritas penanganan BNPB masih mengindikasikan terjadinya karhutla, dilihat dari beberapa indikator seperti kualitas udara dan titik panas atau hot spot.

Ditinjau dari kualitas udara yang diukur dengan PM 2,5 dan bersumber dari KLHK dalam 24 jam terakhir, kata Agus menunjukkan kualitas udara pada kategori baik hingga tidak sehat.

Data kualitas udara di Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Jambi menunjukkan kategori sedang, di wilayah Sumatera Selatan tidak sehat dan Riau baik.

Jumlah titik panas dengan tingkat kepercayaan lebih dari 30 persen melalui citra satelit modis-catalog Lapan pada 24 jam terakhir menunjukkan 148 titik, dengan distribusi di Sumsel 48 titik, Kalsel 58, Kalteng 30, Jambi 7, Kalbar 5 dan Riau tidak terpantau titik panas.

Di samping karhutla di enam provinsi prioritas tadi, karhutla juga terjadi di beberapa wilayah di seluruh Indonesia. Untuk Pulau Jawa, karhutla terjadi di lahan mineral atau di kawasan gunung. BNPB memantau karhutla yang masih terjadi di Gunung Ungaran, Cikuray, Sumbing, Arjuno, Ringgit dan Rinjani.

BNPB juga mencatat beberapa laporan karhutla khususnya di Pulau Jawa, sebagai berikut:Bandung, Bandung Barat, Banjarnegara, Banyuwangi, Blitar, Bogor, Bojonegoro, Bondowoso, Brebes, Cirebon, Garut, Grobogan, Jember, Jepara, Jombang, Karanganyar, Kediri, Kendal, Kota Batu, dan Kota Malang.

Kemudian Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Tegal, Kudus, Kuningan, Lumajang, Madiun, Magelang, Magetan, Majalengka, Malang, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pangandaran, Pasuruan, Pekalongan, Ponorogo, Probolinggo, Purbalingga, Purwakarta, Purworejo, Semarang, Sidoarjo, Situbondo, Sragen, Sukabumi, Sukoharjo, Sumedang, Sumenep, Tegal, Temanggung, Trenggalek, Tuban, Wonosobo, dan Wonogiri.