Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mewacanakan melarang niqab atau cadar masuk instansi pemerintah. Namun, wacana itu masih dalam kajian Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Fachrul Razi, saat ini belum ada larangan bagi wanita yang telah menggunakan cadar atau niqab tersebut dalam instasi pemerintah.
"Kalau orang mau pakai, silakan," kata Fachrul Razi saat ditemui di kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Advertisement
Meski baru sekadar wacana, pelarangaan niqab atau cadar ini sudah menuai pro dan kontra. Salah satunya datang dari PKS. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai, seharusnya negara tidak perlu mengatur urusan pribadi.
Berikut 4 hal tentang wacana pelarangan niqab atau cadar dihimpun Liputan6.com:
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pelarangan Masih Dikaji
Menteri Agama Fachrul Razi mewacanakan melarang niqab atau cadar masuk instansi pemerintah. Namun, wacana itu masih dalam kajian Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Fachrul Razi, saat ini belum ada larangan bagi wanita yang telah menggunakan cadar.
"Kalau orang mau pakai, silakan," kata Fachrul Razi saat ditemui di kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Mantan Wakil Panglima TNI itu menyebut pemakaian cadar atau tidak bukan menjadi tolak ukur ketakwaan seseorang. Bahkan menurut dia, tidak ada ayat yang mewajibkan penggunaan cadar.
"Jadi cadar itu bukan ukuran ketakwaan orang, bukan berarti kalau sudah pakai cadar takwanya tinggi. Sudah dekat dengan Tuhan, cadar dak ada dasar hukumnya di Alquran maupun hadits dalam pandangan kami," kata dia.
Dia menyebut, wacana mempertimbangkan melarang penggunaan cadar karena faktor keamanan. Dia mencontohkan bagi orang yang masuk lingkup instansi pemerintahan diwajibkan melepas jaket dan helm. Begitu pula apabila diberlakukan bagi orang memakai cadar. Menurut dia, agar wajah mereka dapat terlihat jelas.
"Jadi betul dari sisi keamanan, kalau ada orang bertamu ke saya enggak tunjukin muka, ya enggak mau saya," tandas dia.
Advertisement
MenPAN-RB Sebut Belum Ada Aturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, belum ada aturan soal penggunaan cadar.
"Setahu saya kok enggak ada aturan undang-undang ya yang di Kemenpan loh, tapi yang lain silakan cek saja," ucap Tjahjo usai rapat di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Menurut dia, masing-masing instansi pasti ada aturannya. Untuk di Kemenpan RB tidak ada hal semacam itu.
"Masing-masing instansi juga punya aturan seragamnya apa. Pakai batik hari apa, pakai baju seragam hari apa. Kalau di Kemenpan saya belum melihat itu, tapi masing-masing sekecil apa pun di tingkat desa di tingkat rumah tangga, di tingkat instansi kelembagaan, punya aturan untuk berpakaian, tata cara adat budaya masing-masing kan. Masing-masing daerah juga ada dan sebagiannya," ungkap Tjahjo.
Dia menuturkan, sejauh ini belum dibahas mengenai wacana larangan penggunaan cadar di instansi pemerintahan. Oleh karena itu, dia masih membebaskan saja jika memang ada orang yang menggunakan cadar ketika masuk ke kantor pemerintahan.
"Ya sementara sih masih yang saya tahu masing-masing instansi punya aturan," ucap Tjahjo.
Disarankan Konsultasi dengan MUI
Menteri Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadji Effendy menyarankan Menteri Agama Fachrul Razi berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal wacana pelarangan penggunaan cadar di lingkungan pemerintahan.
"Nanti pasti Pak Menag akan minta fatwa dari MUI, misalnya untuk penetapan (pelarangan cadar) itu," ucap Muhadjir saat ditemui di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Menurut pandangannya, setiap orang di lingkungan pemerintahan harus berseragam sesuai ketentuan. Dengan catatan khusus, sepanjang hal terkait dapat dimaklumi.
"Namanya seragam harus ada kepastian ya, tidak boleh ada hak-hak ekslusif tertentu, sepanjang itu masih bisa ditoleransi," kata Muhadjir.
Namun, Muhadjir secara pribadi menyatakan dukungan terhadap wacana pelarangan cadar di lingkup pemerintah. Sebab, hal tersebut terkait dengan etika bertutur yang baik saat berkomunikasi.
"Mendukung (wacana), masa mau ngomong dengan orang-orang kemudian harus dibuka (cadarnya), kan juga enggak etislah," Muhadjir menandaskan.
Advertisement
Kata Muhammadiyah
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengatakan, ada dua hal yang harus dilihat secara seksama terkait rencana kebijakan Kemenag terkait dengan pelarangan pemakaian cadar di kantor Pemerintah.
Yang pertama, kata dia, soal alasan kode etik kepegawaian. Kalau mereka adalah pegawai, maka siapapun harus mematuhi kode etik pegawai. Bahkan dalam konteks pembinaan, kepatuhan kepada kode etik berbusana adalah bagian dari penilaian kinerja dan loyalitas kepada institusi.
"Hal ini tidak hanya berlaku bagi mereka yang bercadar, tapi juga mereka yang berpakaian tidak sopan yang tidak sesuai dengan norma agama, susila, dan budaya bangsa Indonesia," kata Abdul saat dikonfirmasi, Kamis (31/10/2019).
Kedua, lanjut dia, dalam ajaran Islam terdapat kewajiban menutup aurat baik bagi laki-laki atau perempuan. Di kalangan ulama terdapat ikhtilaf mengenai cadar sebagai salah satu busana menutup aurat. Sebagian besar ulama berpendapat bercadar bukanlah wajib. Perempuan boleh menampakkan muka dan telapak tangan.
"Muhammadiyah berpendapat bahwa bercadar tidak wajib. Yang perlu diluruskan adalah pemahaman mereka yang bercadar sebagai teroris atau radikal. Itu penilaian yang sangat dangkal dan berlebihan," jelas Abdul.
Karenanya, masih kata dia, kebijakan Menteri Agama tersebut tidak ada yang salah.
"Kebijakan Menteri Agama yang melarang perempuan bercadar tidak bertentangan dengan Islam dan tidak melanggar HAM. Kebijakan tersebut harus dilihat sebagai usaha pembinaan pegawai dan membangun relasi sosial yang lebih baik," pungkasnya.
PKS Nilai Tak Etis Urusi Masalah Pribadi
Terkait penggunaan cadar, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai, seharusnya negara tidak perlu mengatur urusan pribadi.
"Kalau saya menggarisbawahi, itu ruang privat. Kalau ruang privat itu paling enak jangan terlalu diintervensi oleh negara. Karena negara bagaimanapun mengatur di ruang publik," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Namun, Mardani tidak terlalu mengetahui hukum menggunakan cadar. Oleh karena itu, dia menyarankan Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa terkait cadar tersebut.
"Kalau dia (cadar) tak wajib ya enggak masalah. Tapi kalau dia ada dasarnya saya agak khawatir ini masuk di ruang privat. Karena itu harus hati-hati masuk ke ruang privat," ujar Mardani.
Terlebih, dia mengingatkan, cara terbaik melawan radikalismea ialah dialog dan literasi bersama penegakan hukum. Dia khawatir, larangan penggunaan cadar akan memperlebar jarak antara pemerintah dan warga yang terpapar radikalisme.
"Bukan buat memperlebar dan memperluas frontnya gitu," kata Mardani.
Advertisement