Sukses


Syarif Hasan: MPR Buka Ruang Bagi Masukan Masyarakat

Wakil Ketua MPR Syarifuddin Hasan mengatakan MPR akan membuka ruang dan akses yang lebih besar bagi masyarakat dan stakeholder lainnya yang ingin memberikan masukan pemikiran dan pandangan menyangkut amendemen UUD.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR Syarifuddin Hasan mengatakan MPR akan membuka ruang dan akses yang lebih besar bagi masyarakat dan stakeholder lainnya yang ingin memberikan masukan pemikiran dan pandangan menyangkut amendemen (perubahan atau penyempurnaan) UUD termasuk di dalamnya soal GBHN.

“Kita tidak perlu tabu membicarakan amendemen UUD. Kita buka ruang seluas-luasnya kepada publik untuk memberikan kontribusi dan pandangannya tentang penyempurnaan UUD termasuk di dalamnya menyangkut GBHN dan juga sistem ketatanegaraan. Ini menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia maka kita harus betul-betul komit melaksanakannya,” kata Syarifudin Hasan dalam Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Penataan Kewenangan MPR” di Media Center, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10/2019). Turut berbicara Wakil Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin dan Wakil Ketua Fraksi PPP MPR Syaifullah Tamliha.

Syarifudin Hasan mengungkapkan MPR periode 2014 – 2019 merekomendasikan kepada MPR periode 2019 – 2024 untuk melakukan pengkajian lebih mendalam termasuk kajian soal amendemen atau perubahan UUD. “Rekomendasi MPR periode lalu itu menjadi pijakan bagi MPR saat ini untuk bekerja ke depan. Kita sudah memutuskan untuk melakukan kajian dan membuka askes yang lebih besar kepada publik,” ujarnya.

Menurut Syarifudin Hasan, harus ada input dan masukan yang komprehensif dari akademisi, partai politik, tokoh bangsa, mahasiswa, Ormas, dan lainnya.

“Misalnya bagaimana kedudukan MPR, soal GBHN, sistem ketatanegaraan apakah bicameral atau unicameral, dan lainnya. Kalau kita bisa menata lagi sistem ketatanegaraan kita, ke depan saya percaya Indonesia akan lebih baik lagi,” katanya.

“Kita wajib untuk memberikan dukungan pada wacana amandemen, memberikan pencerahan dan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka memberikan kontribusi positif terhadap rencana penyempurnaan UUD. Mudah-mudahan tugas MPR ini bisa dilakukan dengan baik,” imbuhnya.

Sependapat dengan Syarifudin Hasan, Sultan Bachtiar Najamudin juga menyebutkan perubahan atau penyempurnaan UUD bukanlah sesuatu yang tabu. Amendemen UUD adalah sebuah keniscayaan. UUD sebagai living constitution selalu menyesuaikan dengan kondisi jaman.

“Amandemen konstitusi di Amerika Serikat tidak terhitung karena ingin selalu menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Kita tidak perlu tabu dengan amendemen UUD sepanjang penyempurnaan itu dilakukan dengan kajian yang mendalam dan melibatkan semua stakeholder bukan hanya parpol tapi juga basis masyarakat,” katanya.

Sultan Najamudin percaya sepanjang isu amandemen akan menguatkan sistem ketatanegaraan, semua pihak pasti akan setuju.

“Bagi DPD sendiri mendukung amandemen sepanjang kepentingan daerah masuk dalam amendemen. Sebab, DPD memperjuangkan kepentingan daerah. Tapi tidak perlu terburu-buru melakukan amendemen karena perlu kajian lebih mendalam. Jika hanya untuk kepentingan jangka pendek justru bisa berbahaya,” jelasnya.

Sementara itu Syaifullah Tamliha mengungkapkan MPR periode 2014 – 2019 mewarisi enam “Pekerjaan Rumah” yaitu penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem presidensial, penataan sistem hukum dan peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaan pemasyarakatan Empat Pilar MPR.

“Ini pekerjaan MPR periode ini. Apakah perlu amandemen atau tidak, yang saya dengar, paling tidak MPR memberikan ruang kepada publik untuk membahas enam PR tadi. Dalam dua tahun, masyarakat dari berbagai kalangan terlibat untuk membahas itu dan pimpinan MPR memberi ruang kepada publik seluas-luasnya untuk terlibat,” katanya.