Sukses

3 Hal Terkait Dugaan Adanya Dana Desa Fiktif

Sejauh ini, sudah banyak kasus penyelewengan dana desa.

Liputan6.com, Jakarta - Alokasi dana desa nampaknya kini menjadi lahan korupsi baru. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur dan mensejahterakan warga, justru digunakan untuk kepentingan pribadi.

Sejauh ini, sudah banyak kasus penyelewengan dana desa. Contohnya adalah Jaed Muklis, Kepala Desa Kepala Desa Pudar, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, Banten.

Jaed Muklis didakwa melakukan korupsi sejumlah proyek dari anggaran dana desa 2016. Akibatnya, kerugian negara mencapai Rp 531 juta.

Selain itu ada pula Kepala Desa berinisial ES dan bertugas di Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Garut. ES diduga mengkorupsi uang dana desa sebesar Rp 414 juta.

Kasi Pidsus pada Kejaksaan Negeri Garut, Deny Marincka Pratama menyebut bahwa ES diduga korupsi dana desa sebesar Rp 414 juta dari sejumlah kegiatan fiktif.

Akibat ulah ES, disebutnya banyak warga yang protes karena di antara uang yang diduga ditilep adalah untuk kegiatan jalan lingkungan di desanya.

"Salah satunya yang dicoba digelapkan ini adalah yang sebesar Rp 175 juta. Banyak warga yang protes sehingga akhirnya diganti oleh tersangka sebesar Rp160 juta," ujar Deny, Jumat, 25 Oktober 2019.

Tak berhenti di situ, ternyata masih banyak cara yang dilakukan untuk menggerogoti dana desa tersebut. Salah satunya dengan memunculkan desa fiktif yang tidak berpenduduk namun meminta alokasi dana. Berikut 3 hal terkait dana desa fiktif:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Temukan Desa Fiktif

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar pengawasan terhadap transfer dana desa di 2020 bisa lebih diperketat.

Mengingat, alokasi yang diberikan di tahun mendatang angkanya jauh lebih besar yakni mencapai Rp 72 triliun.

Dia mengatakan, dengan kebutuhan yang besar tersebut, maka dikhawatirkan banyak bermunculan desa-desa baru. Tujuannya agar bisa mendapatkan alokasi anggaran dana desa dari pemerintah pusat.

"Dana desa masih sekitar 20 ribu desa tertinggal. Sekarang muncul desa baru tidak ada penduduknya untuk dapat alokasi," kata Sri Mulyani di DPR RI, Jakarta, Senin, 4 November 2019.

Melihat kondisi itu, Sri Mulyani menginginkan agar seluruh pemerintah daerah juga ikut mengawasi agar alokasi dana untuk transfer daerah bisa tepat sasaran.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan transfer ke daerah dan dana desa akan diarahkan untuk mendukung perbaikan kualitas layanan dasar publik, akselerasi daya saing dan mendorong belanja produktif. Untuk dana desa sebesar Rp 72 triliun, akan digunakan untuk membangun berbagai infrastruktur.

"Beberapa target transfer daerah yaitu, berapa kilometer dari dana desa yang akan dibangun. Kemudian jembatan desa, pasar desa dan kalau dari sisi manusia berapa jumlah air bersih, sarana MCK, polindes semua dilakukan memanfaatkan dana desa Rp 72 triliun," kata Sri Mulyani di Kantor DJP, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Tahun depan, pemerintah menganggarkan setiap desa akan menerima dana desa sebesar Rp 960 juta per desa. Angka tersebut naik dari sebelumnya tahun ini hanya sebesar Rp 933,9 juta per desa.

Pemerintah akan tetap menyempurnakan kebijakan pengalokasian dengan tetap memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan.

Dengan adanya dana desa juga transfer ke daerah, dapat meningkatkan penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) perangkat desa dan tenaga pendamping desa. Pemerintah juga akan terus melakukan penguatan monitoring dan evaluasi pemanfaatan dana desa.

 

3 dari 4 halaman

Tindaklanjuti Penemuan Desa Fiktif

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan menindaklanjuti temuan desa fiktif yang belakangan telah menerima anggaran dana desa dari pemerintah.

Dia pun mengaku baru mendengar adanya desa-desa tak berpenghuni tersebut setelah pembentukan Kabinet Indonesia Maju.

"Kami mendengarnya sesudah pembentukan kabinet dan nanti akan kami investigasi," kata Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 4 November 2019.

Sebagai tindak lanjut, pihaknya bersama dengan Kementerian Dalam Negeri akan mengembangi temuan desa-desa tersebut.

Sebab, kata Sri Mulyani, kehadiran desa fiktif itu membuat dana transfer ke daerah yang dilakukan pemerintah pusat selama ini menjadi tidak tepat sasaran.

"Jadi kita akan lihat karena berdasarkan mekanisme seperti yang dikatakan tadi, sebetulnya ada mekanisme untuk pembentukan desa dan identifikasi siapa, pengurusnya dan lain lain," kata dia.

"Pokoknya kita akan lihat seluruh prosedurnya supaya jangan sampe ada statement seperti itu yang kemudian menimbulkan persoalan jumlah desanya berapa, lokasinya di mana dan bagaimana transfernya," sambung Sri Mulyani.

 

4 dari 4 halaman

Mendes Angkat Bicara

Menanggapi hal itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar membantah, terkait adanya desa fiktif yang telah menerima anggaran dana desa dari pemerintah.

"Dari telaah kita, ada desa yang memang penduduknya sudah enggak ada. Jadi, bukan hantu dalam artian ada dana ke sana," kata Abdul di Kantor Kemendes PDTT, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2019).

Ia pun memberi contoh, desa yang kini sudah tiada atau hilang di daerah Jawa Timur. Hilangnya desa atau daerah itu karena terdampak atau terkena lumpur Lapindo.

"Ada desa yang memang harus eksodus (penduduknya), harus hilang dan tidak ada dana desa yang mengalir ke sana," ucap Abdul.

 

Reporter : Idris Rusadi Putra

Sumber : Merdeka.com