Liputan6.com, Jakarta - Tulisan investigasi berjudul 'Swasembada Gula Cara Amran dan Isam' di Majalah Tempo digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penggugat adalah menteri pertanian.
Gugatan didaftarkan 18 Oktober 2019 kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun nomor perkaranya 901/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL. Rencananya sidang perdana digelar pada Senin 11 November 2019 mendatang.
Dalam petitumnya pihak pengugat yang terdaftar atas nama Sabarman Saragih SH, MH CLA DKK menuntut ganti rugi Materil sebesar Rp 22.042.000,00 dan immateril sebesar Rp 100 miliar.
Advertisement
Selain itu, meminta hakim menghukum para tergugat untuk memohon maaf. Permohonan maaf itupun harus dimuat di media cetak nasional dan majalah.
"Menghukum para tergugat untuk memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada penggugat atas perbuatannya tersebut yang dimuat dalam iklan yang diterbitkan oleh surat kabar nasional dan majalah selama tujuh hari berturut-turut dengan ukuran minimal setengah halaman surat kabar sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap,” kutip Liputan6.com dari website resmi PN Jaksel, Rabu (6/11/2019).
Kemudian, meminta hakim menghukum para tergugat untuk meralat dan meminta maaf kepada pengunggat (Kementerian Pertanian) minimal 10 media cetak dan elektonik nasional atas pemberitaan Majalah Tempo Edisi 4829/9-15September 2019. Edisi liputan “INVESTIGASI SWASEMBADA GULA CARA AMRAN DAN ISAM” dan berita-berita negatif sebelumnya.
Dimohonkan juga sita jaminan terhadap rumah atau kantor berupa tanah berikut bangunan di atasnya; Gedung Tempo, di Provinsi Jakarta, Jalan Palmerah Barat No.8, Jakarta Selatan.
"Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap hari keterlambatan dalam melaksanakan putusan ini. Menyatakan agar putusan dapat dijalankan terlebih dahulu, walaupun ada bantahan, banding ataupun kasasi dari Tergugat (uitvoor bar bij voorraad). Menghukum para tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini."
Sesuai Kaidah Pers
Pihak Tempo, Arif Zulkifli membenarkan adanya gugatan itu. Dia mengatakan, pihaknya masih mempelajari materi dari gugatan. Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta agar Mendesak Kementerian Pertanian mencabut gugatan yang diajukan atas nama menteri pertanian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Jurnalis dan perusahaan media dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik dilindungi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ucap Sekjen AJI, Revolusi Riza dalam keterangan tertulisnya Kamis (7/11/2019).
Berdasarkan penelusuran AJI, sengketa pemberitaan ini telah disidangkan di Dewan Pers dan telah dinyatakan selesai pada 22 Oktober 2019.
Dewan Pers kala itu memutuskan agar Majalah Tempo memuat hak jawab dari Kementerian Pertanian secara proporsional. Namun, menteri pertanian tidak mengambil opsi hak jawab tersebut untuk diberitakan di majalah Tempo. AJI berpandangan, membawa sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers adalah langkah yang tepat sebagaimana diatur dalam Undang-undang no 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Undang-undang Pers merupakan lex specialis atau hukum yang lebih khusus terhadap Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUHPer) dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga, jika terjadi sengketa pemberitaan pers, peraturan yang digunakan adalah Undang-undang Pers.
Dalam UU Pers mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan diatur dalam pasal 5 ayat (2) melalui hak jawab. Sedangkan hak koreksi diatur dalam ayat (3). Selain itu, pelaksanaan Hak Jawab dan Hak Koreksi juga dapat dilakukan melalui ke Dewan Pers seperti yang diatur dalam Pasal 15 ayat [2] huruf d UU.
Salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
"Jika gugatan ini diteruskan, maka akan menjadi preseden buruk dalam sejarah kebebasan pers Indonesia dan catatan kelam di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemerintahan Joko Widodo akan dinilai tidak menghormati mekanisme sengketa pers yang diamanatkan UU Pers No 40/1999,” ucap Revolusi Riza
Advertisement