Liputan6.com, Jakarta: Direktur Informasi dan Media Kementrrian Luar Negeri P.L.E. Priatna mengatakan, Sherny Kojongian, salah satu buronan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), ditangkap di Amerika Serikat. Sherny, rencananya akan dideportasi ke Indonesia [baca: Jaksa Siap Eksekusi Buronan BLBI].
"Sherny Kojongian buronan BLBI terkait kasus Bank BHS (Bank Harapan Sentosa) tertangkap dan dideportasi ke Indonesia. Sherny tiba di Jakarta, 13 Juni 2012," ujar Priatna dalam keterangan persnya melalui surat elektronik yang diterima Liputan6.com, Selasa (12/6).
Priatna menjelaskan, upaya pemerintah Indonesia memburu terpidana kasus korupsi Sherny sejak 1999 akhirnya membuahkan hasil. Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Terpidana Tindak Pidana Korupsi yang terdiri dari wakil instansi terkait dan diketuai oleh Wakil Jaksa Agung secara terkoordinasi berhasil menangkap dan memulangkan terpidana Sherny Kojongian.
"Keberhasilan upaya memburu Sherny Kojongian merupakan wujud nyata implementasi sinergi dan kerjasama internasional antara para penegak hukum untuk memberantas korupsi," ujarnya.
Keberhasilan pemulangan terpidana korupsi Sherny, imbuh Priatna, sekaligus menunjukkan komitmen kuat pemerintah Indonesia untuk menjamin tidak adanya kesan safe haven (tempat berlindung yang aman) bagi para koruptor dan memastikan para terpidana korupsi mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sherny melarikan diri pada 2002 ketika proses persidangan kasus korupsi Bank Harapan Sentosa (BHS) berlangsung. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 18 Maret 2002 secara in absentia menjatuhkan vonis 20 tahun kepada Sherny Kojongian, bersama-sama dengan Hendra Rahardja dan Eko Edi Putranto.
Ketiganya dinilai majelis hakim terbukti dan sah merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,95 triliun. Ketiganya juga dihukum mengembalikan kerugian negara tersebut secara tanggung renteng.
Vonis pidana tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI pada 8 November 2002, namun tidak dapat segera dieksekusi karena ketiganya melarikan diri ke luar negeri.
Terhadap Hendra Rahardja, pemerintah Indonesia telah mengupayakan ekstradisi yang bersangkutan dari pemerintah Australia. Upaya ini tidak dapat terlaksana karena terpidana meninggal dunia pada 2002 [baca: Hendra Rahardja Meninggal di Australia].
Atas permintaan NCB-Interpol Indonesia, ICPO-Interpol di Lyon, Prancis, pada 2006 telah mengeluarkan red notice terhadap Sherny Kojongian dan Eko Edi Putranto. Dalam pelariannya di Amerika Serikat, Sherny Kojongian berupaya memperoleh kewarganegaraan Negeri Paman Sam dan sebelumnya juga mengajukan hak suaka.
ICE (Immigration and Customs Enforcement) San Fransisco, AS, pada 10 November 2010 telah menangkap yang bersangkutan atas dasar red notice tersebut. Yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan, selama menunggu persidangan deportasi.
Dalam sidang deportasi, hakim Pengadilan San Francisco memutuskan bahwa Sherny Kojongian dideportasi ke Indonesia. Namun yang bersangkutan mengajukan banding atas putusan tersebut. Selama proses banding, yang bersangkutan tetap dalam penahanan ICE.
Pada sidang banding, Ninth Circuit Court of Appeals AS kembali menolak banding yang diajukan oleh Sherny Sahora alias Sherny Kojongian dan menguatkan putusan sebelumnya bahwa yang bersangkutan harus dideportasi ke Indonesia.(ANS)
"Sherny Kojongian buronan BLBI terkait kasus Bank BHS (Bank Harapan Sentosa) tertangkap dan dideportasi ke Indonesia. Sherny tiba di Jakarta, 13 Juni 2012," ujar Priatna dalam keterangan persnya melalui surat elektronik yang diterima Liputan6.com, Selasa (12/6).
Priatna menjelaskan, upaya pemerintah Indonesia memburu terpidana kasus korupsi Sherny sejak 1999 akhirnya membuahkan hasil. Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Terpidana Tindak Pidana Korupsi yang terdiri dari wakil instansi terkait dan diketuai oleh Wakil Jaksa Agung secara terkoordinasi berhasil menangkap dan memulangkan terpidana Sherny Kojongian.
"Keberhasilan upaya memburu Sherny Kojongian merupakan wujud nyata implementasi sinergi dan kerjasama internasional antara para penegak hukum untuk memberantas korupsi," ujarnya.
Keberhasilan pemulangan terpidana korupsi Sherny, imbuh Priatna, sekaligus menunjukkan komitmen kuat pemerintah Indonesia untuk menjamin tidak adanya kesan safe haven (tempat berlindung yang aman) bagi para koruptor dan memastikan para terpidana korupsi mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sherny melarikan diri pada 2002 ketika proses persidangan kasus korupsi Bank Harapan Sentosa (BHS) berlangsung. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 18 Maret 2002 secara in absentia menjatuhkan vonis 20 tahun kepada Sherny Kojongian, bersama-sama dengan Hendra Rahardja dan Eko Edi Putranto.
Ketiganya dinilai majelis hakim terbukti dan sah merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,95 triliun. Ketiganya juga dihukum mengembalikan kerugian negara tersebut secara tanggung renteng.
Vonis pidana tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI pada 8 November 2002, namun tidak dapat segera dieksekusi karena ketiganya melarikan diri ke luar negeri.
Terhadap Hendra Rahardja, pemerintah Indonesia telah mengupayakan ekstradisi yang bersangkutan dari pemerintah Australia. Upaya ini tidak dapat terlaksana karena terpidana meninggal dunia pada 2002 [baca: Hendra Rahardja Meninggal di Australia].
Atas permintaan NCB-Interpol Indonesia, ICPO-Interpol di Lyon, Prancis, pada 2006 telah mengeluarkan red notice terhadap Sherny Kojongian dan Eko Edi Putranto. Dalam pelariannya di Amerika Serikat, Sherny Kojongian berupaya memperoleh kewarganegaraan Negeri Paman Sam dan sebelumnya juga mengajukan hak suaka.
ICE (Immigration and Customs Enforcement) San Fransisco, AS, pada 10 November 2010 telah menangkap yang bersangkutan atas dasar red notice tersebut. Yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan, selama menunggu persidangan deportasi.
Dalam sidang deportasi, hakim Pengadilan San Francisco memutuskan bahwa Sherny Kojongian dideportasi ke Indonesia. Namun yang bersangkutan mengajukan banding atas putusan tersebut. Selama proses banding, yang bersangkutan tetap dalam penahanan ICE.
Pada sidang banding, Ninth Circuit Court of Appeals AS kembali menolak banding yang diajukan oleh Sherny Sahora alias Sherny Kojongian dan menguatkan putusan sebelumnya bahwa yang bersangkutan harus dideportasi ke Indonesia.(ANS)