Liputan6.com, Jakarta - Penunjukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) diwarnai pro dan kontra. Selama ini, Ahok memang dikenal sebagai tokoh kontroversial. Mulai dari cara kerjanya hingga masalah privasinya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lekat dengan image temperamental. Selama menjabat sebagai orang nomor satu di DKI, dia tak sungkan 'menyemprot' anak buahnya yang berkinerja buruk.
Baca Juga
Kini, setelah dia ditunjuk Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Komut Pertamina, statusnya yang merupakan kader PDIP dipertanyakan.
Advertisement
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir meminta Ahok untuk segera keluar dari PDIP setelah secara resmi ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (persero). Independensi sangat diutamakan.
"Iya dong, semua nama yang diajak bicara kita kasih tahu semua ini karena kenapa? Tentu independensi dari BUMN sangat dipentingkan," kata Erick Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, 22 November 2019.
Tak cuma Ahok, dia menegaskan bahwa semua komisaris dan direksi di perusahaan pelat merah itu harus mundur dari partai.
Sejumlah pihak juga menolak kehadiran Ahok di BUMN. Berikut kontroversi akan sosok Ahok yang mencuat usai menjadi bos di perusahaan berpelat merah, BUMN:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Statusnya sebagai Kader PDIP
Jika Erick menyatakan hal tersebut perlu dilakukan demi independensi, lain halnya dengan PDIP. Menurut Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Ahok tidak perlu mengundurkan diri.
"Kalau posisinya adalah sebagai komisaris, berdasarkan ketentuan undang-undang, Pak Ahok tidak masuk di dalam kategori pimpinan dewan pimpinan partai dengan demikian tidak harus mengundurkan diri," kata Hasto Kristiyanto di Depok, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (23/11/2019).
Meskipun, tidak perlu mundur sebagai kader kata dia, hal itu tidak berarti partai politik melakukan intervensi pengelolaan BUMN.
"Badan usaha milik negara ditunjuk untuk mencapai tujuan bernegara karena itulah tidak boleh ada intervensi kepentingan politik praktis di dalam pengelolaan BUMN," kata dia.
Hal yang sama juga diungkap oleh Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat. Djarot menyebut dalam peraturan Menteri BUMN, bahwa yang wajib mundur adalah kalangan direksi BUMN yang menjadi pengurus partai, sementara Ahok hanya anggota biasa di PDIP.
Meski demikian, Djarot meminta agar menyerahkan keputusan mundur atau tidaknya Ahok pada Ahok sendiri.
"Serahkan sepenuhnya kepada Pak Ahok, karena waktu masuk ke partai kan sukarela. Menurut saya kalau memang tidak ada aturan yang dilanggar tidak perlu mundur dari anggota partai. Kan anggota," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI Martin Manurung punya pendapat berbeda. Martin menyebut pemilihan Ahok oleh Erick adalah sepenuhnya kewenangan menteri BUMN itu. Ia menyebut pasti sudah ada banyak pertimbangan sebelum Ahok resmi ditunjuk menjadi Komut.
"Tak perlu bahas lagi soal penunjukkan, pasti sudah banyak pertimbangan matang kan," ujarnya.
Karenanya dia menyarankan Ahok lebih baik mengikuti saran Erick Thohir, mundur dari PDIP. "Kalau kebijakan menteri seperti itu, jajaran sebaiknya mengikuti. Ya mundur," kata Martin saat dikonfirmasi, Sabtu (23/11/2019).
Advertisement
Pernah Jadi Narapidana
Sebelumnya diketahui, Ahok pernah menjalani hukuman pidana atas kasus penistaan agama. Untuk itu dia pun harus menjalani hukuman selama hampir 2 tahun di Mako Brimob Kelapa Dua Depok.
Apakah rekam jejak tersebut mempengaruhi peluang penempatannya sebagai direksi BUMN?
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus menyatakan, sebenarnya menjadi karyawan BUMN saja, seseorang harus bebas dan tidak pernah terkena tindak pidana.
"Jadi sebenarnya di BUMN ada peraturan, yang pernah dipidana tidak bisa menjabat karena telah melanggar disiplin. Itu untuk karyawan ya, apalagi direksi," ungkapnya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 14 November 2019.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah pun angkat bicara. Menurutnya masyarakat keliru menganggap Ahok tidak memiliki hak lagi menjadi pejabat di Indonesia.
Menurut Fahri, Ahok sudah menjalankan hukuman pidana atas kasus penistaan agama. Oleh karena itu ia memiliki hak yang sama atas hukum.
"Berlakulah pasal 27 UUD itu bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum, dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tanpa ada kecuali," katanya.
Ditolak Serikat Pekerja Pertamina
Salah satu penolakan terhadap Ahok yang kini jadi bos BUMN datang dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Bermula saat Serikat Pekerja Pertamina membentangkna sepanduk penolakan terhadapnya untuk mengisi jabatan di Pertamina.
Adapun bunyi sepanduk tersebut diantaranya:
"Milih Figur Tukang Gaduh, Bersiaplah Pertamina Segera Runtuh!
Pertamina Tetap Wajib Utuh, Tolak Siapapun Yang Suka Bikin Rusuh.
Pertamina Bukan Sarang Koruptor, Bukan Juga Tempat Orang Tak Terpuji & Mulut Kotor.
Pertamina Menjulang-Rakyat Senang Pemberang Datang-Kita Perang!!!
Berkali-Kali Ganti Direksi Kami Tak Peduli, Tapi Kedatangan Biang Kekacauan Jadi Musuh Kami!!!
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar mengungkapkan, salah satu lokasi pemasangan sepanduk penolakan Ahok adalah kilang VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat.
"Ini (pemasangan sepanduk penolakan) di RU VI Balongan," ujarnya.
Menurut Arie, aksi penolakan yang dilakukan rekan-rekannya yang tergabung dalam FSPPB, didasari Ahok yang memiliki catat persyaratan materiil.
"Pak Ahok cacat persyaratan materiil. Kader internal Pertamina juga banyak yang cakap," tandasnya.
Advertisement
Sikap Ahok
Sosok pendobrak. Salah satu pertimbangan Erick Thohir memilih mantan Gubernur DKI Jakarta ini menjadi Komisaris Utama Pertamina. Dia meyakini bahwa Ahok mampu menyelesaikan sejumlah PR yang akan diembankan kepadanya.
Salah satunya memenuhi target pembangunan kilang minyak. Diakuinya, ini tugas berat. Sehingga dibutuhkan kerja sama tim yang baik. Tugas ini bukan hanya direktur utama saja.
"Karena itulah kenapa kemarin kita juga ingin orang yang pendobrak, bukan pendobrak marah-marah, saya rasa pak Basuki berbeda, pak Ahok berbeda, kita perlu figur pendobrak supaya ini sesuai dengan target," jelasnya.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah, sosok Ahok tidak dapat menjadi satu-satunya jaminan bahwa kinerja BUMN pasti terkerek.
"Seorang Ahok ditempatkan di BUMN, mungkin juga tidak akan mengubah BUMN secara keseluruhan," tegas dia.
Hal yang mengubah BUMN secara keseluruhan, menurutnya adalah Kementerian BUMN itu sendiri, bukan seorang direksi.
"Jadi, dia akan jadi sarana atau alat bagi kementerian BUMN untuk mencapai arah tujuannya," lanjut dia.
Dia pun mengharapkan Erick Thohir lebih transparan dalam mengkomunikasikan kebijakannya. Dengan demikian, masyarakat mendapat informasi yang jelas.
"Kalau seandainya, Pak Erick Thohir melihat BUMN ini tidak efisien banyak korupsi, arah saya pembersihan, meningkatkan efisiensi, membrantas korupsi, makanya saya tempatkan orang-orang yang seperti Ahok, Chandra Hamzah, jadi jelas arahnya. Tapi sekarang ini kan kita belum tahu arahnya seperti apa kita belum tahu," tandasnya.