Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Arsul Sani menyampaikan, wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode datang dari pihak luar, bukan internal MPR. Menurutnya, MPR sama sekali belum pernah membahas hal tersebut.
"Tiba-tiba sudah ada yang bicara tentang perubahan masa jabatan presiden. Jadi itu dari (pihak) luar," kata Arsul saat diskusi dengan tema 'Menyoal Periode Ideal Jabatan Presiden' di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Arsul kemudian menyinggung adanya pernyataan mantan Kepala BIN AM Hendropriyono yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi satu periode dalam waktu delapan tahun.
Advertisement
"Saya kira Pak Hendro via media saja. Tapi sejauh ini tidak ada komunikasi Pak Hendro dengan kami di MPR," sebut Arsul.
Baca Juga
Arsul menyebut, sejauh ini sejumlah fraksi di MPR masih mendukung presiden dijabat lima tahun dan bisa dipilih maksimal dua periode. Sementara, memang ada masukan lain seperti dari PSI yang mempertimbangkan perubahan dari satu periode menuju 7 hingga 8 tahun.
Termasuk wacana yang datang dari luar terkait masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Ya enggak salah (untuk dikaji). Itu lah wujud dari the living constitution," jelas Arsul.
MPR sendiri kini sedang menata kewenangan, juga kewenangan DPD, sistem presidensial, dan kekuasaan kehakiman. Menurut Arsul, lima hal tersebut berpotensi dirubah dalam amandemen terhadap UUD.
"Keperluan memasukkan kembali yang namanya haluan negara atau GBHN, atau apapun istilahnya, ke dalam UUD 1945," ungkanya.
Lebih lanjut, selama dua tahun pertama, MPR akan membahas aspirasi publik. Salah satunya terkait penataan sistem presidensial yang ramai diperbincangkan.
"Sebuah fakta ini kan menggelundung, ada diskursus, ada yang mengatakan itu nggak perlu disentuh, nggak perlu diubah," ungkap Arsul.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Usulan Partai Nasdem
Â
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menolak menjawab mengenai usulan penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode dalam amandemen terbatas UUD 1945.
Arsul meminta, semua pihak untuk menanyakan langsung pada partai yang mengusulkan wacana tersebut, yakni Partai NasDem.
"Tentu ini harus ditanyakan kepada yang melayangkan ini, kan bukan saya yang melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem tentu kita harus tanyakan kepada yang melayangkan secara jelas apa," kata Arsul di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 22 November 2019.
Wakil Ketua MPR ini menilai, terlalu cepat untuk membicarakan soal penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Sebab, saat ini MPR masih terus melakukan audiensi amandemen UUD 1945 keapda masyarakat.
"Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020 bahkan 2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat yang terkait khususnya dengan rekomendasi dari MPR periode lalu. Mari Kita lihat nanti di ruang publik seperti apa, apakah katakanlah ini mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat atau tidak," ungkapnya.
Kendati demikian, Arsul menilai, usulan penambahan masa jabatan presiden itu baru sebatas wacana. Maka dari itu ada baiknya disikapi dengan santai.
"Tetapi sekali lagi ini baru wacana pasti ada yang kontra disamping juga ada yang pro maka kita sikapi biasa saja tidak usah kemudian ini menimbulkan segregasi baru di masyarakat kita," ucapnya.
Â
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement