Sukses

Ketahui 4 Hal Ini Sebelum Pakai Skuter Listrik

Pemprov DKI bersama dengan kepolisian Polda Metro Jaya dan stakeholder terkait terus menggodok aturan tetap penggunakan skuter listrik di Ibu Kota.

Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI bersama dengan kepolisian Polda Metro Jaya dan stakeholder terkait terus menggodok aturan tetap penggunakan skuter listrik di Ibu Kota. Hal itu berangkat dari sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan dan menjadi sorotan

Mulai dari penyalahgunaan pengendara dengan melintasi di jembatan penyeberangan orang (JPO) yang mengakibatkan kerusakan lantai kayunya, hingga kecelakaan di sekitar Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, yang mengakibatkan dua orang meninggal. 

Berikut sejumlah regulasi dan aturan operasional yang perlu diketahui sebelum nantinya menggunakan skuter listrik.

1. Pakai Skuter Listrik di Jalan Raya Bisa Disita

Jika pengguna memakainya tidak sesuai aturan, skuter listrik dapat disita petugas kepolisian. Traffic Management Center Polda Metro Jaya menginformasikan, dasar hukum yang digunakan terkait penyitaan ini adalah Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009.

"Sesuai dengan UU Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan dapat dilakukan penyitaan terhadap skuter, otopet, dan sejenisnya sebagai barang bukti. Skuter, otopet dan sejenisnya hanya dapat dilalui pada kawasan tertentu atas seizin pengelola kawasan," tulis TMC Polda Metro Jaya dalam akun Twitter-nya, Sabtu 23 November 2019.

Beberapa waktu, keberadaan skuter listrik menjadi perhatian sejumlah pihak. Pertama, ada pengguna yang mengendarainya di jembatan penyeberangan. Hal ini membuat lantai jembatan penyeberangan itu rusak dan tergores.

Tak lama setelahnya, terjadi kecelakaan yang melibatkan skuter listrik di Jalan Sudirman, Jakarta. Peristiwa yang terjadi pada Minggu 10 November 2019 itu menyebabkan dua orang meninggal dan empat orang lainnya cedera.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

2. Ada Batas Usia dan Kecepatan

Kepala Dinas Perhubungan Syafrin Liputo menjelaskan, secara garis besar regulasi penggunaan skuter listrik akan mengatur mengenai keselamatan, usia pengguna skuter, dan juga batas maksimum kecepatan dari skuter.

"Dalam aspek keselamatan itu ada yang disebut wajib menggunakan helm termasuknya di dalamnya deker ada pakaian yang malam hari digunakan itu memberikan pantulan cahaya atau reflektor, termasuk di alatnya sendiri," ujar Syafrin di Jakarta, Jumat 22 November 2019.

Menurut Syarif, batas Kecepatan skuter listrik 15 km per jam. Selanjutnya mengenai kecepatan dari otopet, Dishub sepakat yaitu batas maksimum kecepatan hanya mencapai 15 km per jam.

"Untuk kecepatan desain yang kami sepakati untuk sementara 15 km maksimum, dan usia pengguna untuk menjaga keamanan itu minimal 17 tahun sebagaimana yang acuan kita dalam UU 22 tahun 2019 bahwa dalam usia 17 tahun seseorang dianggap sudah dewasa dan bisa mendapat Sim C," pungkas Syafrin.

3 dari 4 halaman

3. Masuk Golongan Alat Angkut Perorangan

Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta akan mengatur dan memasukkan skuter listrik ke jenis alat angkut perorangan atau umum dikenal dengan istilah "personal mobility device".

"Iya untuk sementara konsepnya dari kami seperti otopet, unicycle (sepeda roda satu), skate board, itu nanti ada yang sejenisnya kita akan godok lagi," kata Kepala Bidang Departemen Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Priyanto MT saat ditemui di FX Sudirman, Jakarta Pusat, Senin 18 November 2019.

Alat angkut perorangan seperti skuter listrik akan diregulasi karena selama ini belum ada aturan yang secara khusus bagi kendaraan yang untuk satu orang itu. Demikian dilansir dari Antara.

Aturan alat angkut perorangan itu nantinya berisi mulai dari marka jalan, rambu-rambu serta ketentuan dari kecepatan kendaraan- kendaraan nonpolusi itu.

"Insyaallah di akhir bulan secara draf jadi, nanti kan di situ akan kita rapatkan lagi dengan beberapa stakeholder nanti baru sampai kita ke Pak Gubernur untuk pengesahan," kata Priyanto.

Salah satu pihak yang akan berkoordinasi mengenai alat angkut perorangan itu adalah GrabWheels yang menyediakan layanan jasa sewa skuter listrik. Selanjutnya Polda Metro Jaya selaku pihak yang akan menegakkan hukum usai aturan itu disetujui.

Peraturan alat angkut perorangan itu nantinya mengacu pada UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memiliki denda Rp 500.000 terkait pelanggaran rambu lalu lintas pengguna kendaraan.

4 dari 4 halaman

4. Bisa Kena Tilang Polantas

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya telah menetapkan beberapa kriteria dan standar penggunaan otopet atau skuter listrik (skutris) di ibu kota. Pengguna skuter listrik yang melanggar akan ditilang.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, penegakan hukum terhadap pengguna atopet atau skuter listrik didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Penilangan akan berlaku mulai Senin 25 November 2019 mendatang.

"Bagi pengendara otopet/skutris yang berkendara bukan pada jalur yang ditetapkan, maka Polri akan melakukan tindakan represif non yustisial (teguran), dan pada hari Senin 25 November 2019 Polri akan melaksanakan tindakan represif yustisial (penilangan)," ujar Yusri dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu 23 November 2019.

Adapun pasal yang akan diterapkan yaitu Pasal 282 jo 104 ayat (3) UU LLAJ, yang berbunyi: "Setiap pengguna jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Polri untuk berhenti dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas akan dikenakan sanksi pidana penjara selama-lamanya satu bulan dan atau denda maksimal Rp 250.000."

Yusri menjelaskan, otopet atau skuter listrik merupakan golongan alat angkut perorangan atau personal mobility device. Standar keamanan pengendara skuter listrik adalah berusia minimal 17 tahun.

"Dan pada saat berkendara harus menggunakan helm, alat pelindung kaki dan siku, serta saat malam hari harus menggunakan rompi yang menggunakan reflektor," katanya.

Otopet atau skuter listrik hanya bisa digunakan di kawasan tertentu yang sudah mendapatkan izin dari pengelolanya, seperti di bandara, stadion, dan tempat wisata. "Misalkan Ancol," kata Yusri.Â