Liputan6.com, Jakarta Peneliti Formappi Lucius Karus khawatir wacana Pilkada kembali ke DPRD akan digolkan DPR periode saat ini. Sebab, mayoritas suara di parlemen dikuasai oleh partai pengusung pemerintahan.
Wacana Pilkada tak langsung mulanya muncul karena pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang ingin mengevaluasi sistem pemilihan langsung. Dia berpendapat, sistem langsung banyak mudaratnya karena berbiaya tinggi.
"Ada bahaya ketika koalisi menguasai DPR, ide-ide gila gini bisa dengan mudah diterima. Mereka bisa dengan mudah tanpa kontak dengan publik, mengesahkan sesuatu atas kompromi antar koalisi," ujar Lucius di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Advertisement
Lucius pesimistis kubu oposisi kuat menahan kekuatan politik koalisi pemerintah. Sebab, kelompok oposisi ini saja berkompromi saat bagi-bagi jabatan pimpinan MPR.
"Di mana suara kritis oposisinya? Dia hanya memanfaatkan oposisinya saat itu menguntungkan dirinya. Jadi ketika dengan mudah mereka berkompromi," kata dia.
Lucius mendesak publik untuk menyatukan sikap tegas menolak Pilkada tak langsung. Dia mengingatkan kembali gerakan mahasiswa menolak RUU KUHP dan UU KPK periode lalu hanya lewat didengar begitu saja oleh DPR.
"Bahkan ingin mengesahkan RUU KUHP tanpa membahas ulang. Jadi semudah itu mereka kemudian memutarbalikkan apa yang jadi tuntutan publik," ucapnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sudah Dibicarakan di Elite?
Lucius meyakini wacana Pilkada tidak langsung ini sebetulnya sudah dibicarakan oleh para elite politik.
"Siapa tahu Mendagri hanya jubir. Siapa tahu sudah ada pembicaraan para elite yang sudah saling tahu bahkan sudah sepakat? Jadi begitu berbahayanya situasi politik itu sehingga saya kira penting publik tidak kalah cepat merespons dan tidak kalah galak," tegasnya.
Lucius menilai alasan biaya politik Pilkada langsung mahal seperti menyalahkan masyarakat. Dia mengingatkan biaya bakal calon kepala daerah itu mahal karena partai mematok harga dukungan.
"Orang-orang yang usulkan pilkada tak langsung lupa bahwa biaya paling besar dikeluarkan saat membeli kursi parpol. Jarang satu calon hanya diusung satu parpol, dia harus beli berapa parpol," jelasnya.
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi
Advertisement