Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Haru Purwanto mengatakan, usia remaja masih memiliki semangat dan emosi yang tinggi. Sehingga, membuat mereka hanya menerima segala sesuatu secara mentah dan tidak matang.
"Makanya tidak seperti itu tidak melakukan cek dan kroscek. Karena berbuat itu semua yang kita lalui apa yang terjadi, kaum muda masa depan tidak boleh seperti itu," kata Wawan dalam seminar nasional di Aula Ma'had IPTIQ, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).
Baca Juga
"Lantas bagian tantangan Indonesia ke depan, semua ini terjadi karena Pancasila dulu di kubur hidup-hidup tahun 98. Hilangkan dari mata pelajaran dan mata kuliah. Akibatnya apatuh? Jadi selama 19 tahun sudah tidak diajarkan di sekolah-sekolah. Akibatnya masuk lah ideologi-ideologi," sambungnya.
Advertisement
Oleh karena itu, generasi muda atau usia remaja menjadi target atau sasaran radikalisme. Terlebih, berkembangnya radikalisme dikalangan masyarakat hingga menyasar sampai ke ranah publik termasuk dunia pendidikan, sehingga membuat individu rentan bersikap intoleran.
"Persentuhan kalangan generasi muda dengan radikalisme didukung oleh lingkungan pendidikan. Terutama melalui proses tukar pendapat. Gerakan radikal bermetamorfosis dengan merekrut element muda melalui proses kaderisasi tertutup," jelasnya.
Lalu, untuk karakteristik radikalisme sendiri yakni berupaya menghancurkan status dan menggantikannya dengan sesuatu tatanan yang baru dengan cara-cara yang ekstrem dan aksi-aksi kekerasan.
"Faktor penyebab radikalisme, norma dan ajaran, sikap atau pemahaman terkait dengan penerapan syariat-syariat Islam, bentuk negara Islam Indonesia, khilafah Islamiyah. Sikap yang muncul ketika variabel kedua dihadapkan dengan kondisi sosial nyata dalam masyarakat," ujar dia.
"Hegemoni politik oleh negara atau represi yang dilakukan oleh kelompok manapun terhadap umat Islam akan kelahirkan respon yang berbeda dari kelompok-kelompok yang ada," imbuh dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sasar Generasi Muda
Wawan menegaskan, radikalisme dikalangan generasi muda berawal dari adanya proses tukar pendapat yang intens dengan jaringan radikal di tengah masyarakat, maupun di lingkungan pendidikan mulai tingkat menengah hingga tinggi.
"Hingga saat ini, generasi muda ditengarai masih menjadi target potensial jaringan kelompok teror. Selain itu, rentan menjadi sasaran brain wash, karena pertimbangan kemurnian dan sikap kritisnya," tegasnya.
Ia mengungkapkan, jaringan terorisme dari kalangan mahasiswa di Universitas Riau menjadi salah satu bukti, dunia kampus juga dijadikan basis kegiatan dan bentuk strategi untuk mengelabui gerakan mereka dari APKAM.
"Faktor yang melatarbelakangi upaya menjadikan anak muda dan mahasiswa sebagai sasaran radikalisasi yaitu kondisi anak muda yang masih aktif dalam pencarian intelektual, penguasaan media sosial dan teknologi informasi, dalam tahap pengembangan ideologi," tutupnya.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Advertisement