Liputan6.com, Jakarta - Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN) menuai kritik. Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko menjelaskan, tujuan penerbitan SKB itu.
"Sebenarnya lebih ke sebuah panduan bahwa pendekatan untuk deradikalisasi itu pendekatan yang komprehensif, tidak hanya pendekatan keamanan," jelas Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Menurut Moeldoko, pencegahan radikalisme tidak bisa menggunakan pendekatan keamanan saja, melainkan harus masuk melalui pendidikan dan sosial.
Advertisement
Baca Juga
"Intinya bahwa deradikalisasi itu jangan hanya didekati dengan pendekatan keamanan, tetapi jauh lebih penting menurut saya pendekatan-pendekatan kesejahteraan, pendekatan pendidikan, kesehatan, dan seterusnya," ucap Moeldoko.
"Itu jauh melampaui dari yang kita pikirkan. Seolah-olah itu deradikalisasi hanya pendekatan keamanan," sambung dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
SKB 11 Menteri Dikritik
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah anggapan bahwa pemerintah ingin menyamakan kritik dengan tindakan radikal sehingga menebitkan SKB 11 menteri. Pramono menegaskan, pemerintah selalu menyambut baik kritikan dari siapa pun.
"Oh enggak. Kritik kepada pemerintah itu wajib," kata Pramono di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 25 November 2019.
Pramono mengatakan, pemerintah sama sekali tidak alergi terhadap kritik. Bahkan, kritik diklaim sebagai obat kuat bagi pemerintah.
"Karena pemerintah itu menjadi semakin kuat kalau kritik kuat. Kritik itu menjadi obat," ujarnya.
Menurut Pramono, pemerintah hanya tak ingin ASN menebar ujaran kebencian. Apalagi jika ujaran kebencian menjadi konsumsi sehari-hari. Dia juga menegaskan, ASN memiliki mekanisme khusus bila ingin mengkritik pemerintah.
"Kita harus bedakan kritik dengan ujaran kebencian. Kritik dari ASN kan ada mekanismenya. ASN beda dengan yang lain karena ada aturan main yang atur ASN," kata Pramono.
Â
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement