Sukses

KPK Cecar Wagub Lampung Soal Suap di Kementerian PUPR

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik mendalami soal pengetahuan Nunik terkait aliran suap proyek pengerjaan jalan di Kementerian PUPR.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksan Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik. Nunik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Arta John Alfred selaku Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik mendalami soal pengetahuan Nunik terkait aliran suap proyek pengerjaan jalan di Kementerian PUPR.

"Didalami pengetahuannya tentang aliran dana terkait proyek di Kementerian PUPR dalam perkara ini," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).

Nunik sendiri diperiksa tim penyidik selama kurang lebih delapan jam. Nunik mulai diperiksa sekitar pukul 10.00 WIB dan keluar gedung KPK pukul 18.00 WIB. Nunik tak bersedia memberikan keterangan apa pun kepada awak media.

Dalam kasus ini, KPK menduga Hong Artha bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.

Hong Artha sendiri merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. Dari 11 orang tersebut, 10 diantaranya sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Hong Artha Belum Ditahan

Penetapan status tersangka terhadap Hong Artha dilakukan pada 2 Juli 2019 lalu. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka setahun silam, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hong Artha.

Kasus ini berawal dari penangkapan mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti pada 13 Januari 2016.

Dalam kasus itu, Amran telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider empat bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.

Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp 1 miliar.