Sukses

Kasus Wali Kota Medan, KPK Cegah Pihak Swasta ke Luar Negeri

Pencegahan ke luar negeri berkaitan dengan kasus dugaan suap terkait proyek dan jabatan yang menjerat Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan surat pencegahan ke luar negeri kepada pihak Imigrasi Kemenkum HAM atas nama Farius Fendra alias Makte selaku pihak swasta.

Pencegahan ke luar negeri berkaitan dengan kasus dugaan suap terkait proyek dan jabatan yang menjerat Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin.

"KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi tentang larangan bepergian ke luar negeri terhadap seorang saksi Farius Fendra alias Makte selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 28 November 2019," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (29/11/2019).

Makte sendiri sempat dijadwalkan diperiksa tim penyidik KPK pada Selasa 19 November 2019 kemarin, namun mangkir. Kediaman Makte juga sempat digeledah oleh tim lembaga antirasuah.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin (TDE) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahan Kota Medan tahun anggaran 2019.

Selain Dzulmi, KPK juga menjerat dua orang lainnya, yakni Kadis PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN) dan Kabag Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar (SFI).

Dzulmi diduga menerima suap untuk menutupi ekses perjalanan dinas wali kota ke Jelang. Dalam perjalanan dinas, Dzulmi membawa serta keluarga dan beberapa kepala dinas. Dzulmi dan keluarganya memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Pengeluaran Perjalanan Dinas

Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.

Pihak travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada Dzulmi. Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp 800 juta.

Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan dana, termasuk diantaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang dan Isa meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang.