Sukses

KPK Kembali Panggil Petinggi dan Mantan Bos PT Garuda Indonesia

Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hadinoto Soedigno.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Dalam mendalami kasus tersebut, KPK kembali menjadwalkan memeriksa tujuh orang saksi dari petinggi dan mantan bos PT Garuda Indonesia.

Mereka yang dipanggil KPK antara lain, Konsultan Aviasi Mandiri yang juga mantan VP Aircraft Maintenance Management PT Garuda Indonesia Batara Silaban, Senior Manager Engine Management PT Garuda Indonesia Azwar Anas.

Kemudian VP Enterprise Risk Management and Subsidiaries PT Garuda Indonesia Enny Kristiani, CEO PT ISS Indonesia yang juga mantan Direktur Layanan Strategi dan Teknologi Informasi PT Garuda Indonesia Elisa Lumbantoruan.

Direktur Keuangan PT Delta Dunia Makmur yang juga mantan Komisaris PT Garuda Indonesia Eddy Porwanto Poo, mantan VP Aircraft Maintenance PT Garuda Indonesia Dodi Yasendri, dan ibu rumah tangga bernama Dessy Fadjriaty.

"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HDS (Hadinoto Soedigno)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (12/12/2019).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

3 Tersangka Suap

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, dan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Keduanya diduga menerima suap dari Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo yang juga pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA). KPK juga telah menetapkan Soetikno sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Soetikno diduga memberi Rp 5,79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Selain dijerat tersangka suap, Emirsyah Satar dan Soetikno Soedardjo dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).