Liputan6.com, Jakarta - Rumah di sebuah gang sempit Jalan Mangga Dua Dalam, Jakarta Pusat, terperangkap tanpa akses keluar masuk. Akses keluar masuk rumah mungil tersebut saat ini sudah hampir tertutup karena pembangunan gudang oleh PT H.
Pemilik rumah tersebut, diketahui bernama Lie Yun Bun (Abun), seorang pria lanjut usia yang tinggal bersama istri, anak, mertua, dan cucunya. Total tujuh orang yang menempati rumah tersebut.
Sandry, menantu Abun, bercerita bahwa akses jalan satu-satunya untuk keluar dari rumahnya saat ini sangat sulit karena harus melewati puing-puing yang berserak di lokasi pembangunan gudang.
Advertisement
Sandry pun memperlihatkan foto-foto sebelum adanya pembangunan. Lewat foto tersebut terlihat bahwa sebelumnya ada gang yang kira-kira lebarnya hanya bisa dilalui motor. Gang tersebut satu-satunya akses keluar masuk keluarga Pak Abun selama lebih dari 30 tahun.
"Sekarang kami kalau keluar harus lewat puing seperti ini, dan ayah mertua saya (Abun) sudah sampai terjatuh, luka seperti ini," kata Sandry sambil menunjukkan foto luka mertuanya saat kami bertemu di sekitar kediamannya, Selasa 10 Desember 2019.
Sandry mengatakan segala upaya telah dilakukan agar akses jalan ke rumahnya tak ditutup. Misalnya, bertemu RT, lurah, juga perwakilan PT H namun tak membuahkan hasil.
Sandry bahkan pernah mengirim surat kepada PT H, namun justru dijawab dengan permintaan pengosongan rumah yang ditinggalinya.
PT H dalam suratnya, bersedia memberikan ganti rugi senilai Rp 350 juta, atau diganti tanah di daerah Cilebut (Bogor). Atau bila Abun dan keluarganya tetap ingin mempertahankan akses jalan tersebut maka diharuskan membayar ganti rugi senilai Rp 800 juta.
"Coba bayangkan, kok bisa rumah yang kami tinggali kiranya ada 40 meter persegi mereka hargai Rp 350 juta, sedangkan jalan akses sepetak lorong ini malah kita suruh ganti rugi Rp 800 juta?," ujar Sandry dengan nada meninggi.Â
Penelusuran Liputan6.com tak berhenti sampai di situ. Asal muasal tanah PT H tersebut dicari. Diketahui, tanah tersebut sebelumnya dimiliki oleh DT.
Dia adalah tetangga dari Abun yang telah mengosongkan rumahnya sejak terjadi kebakaran pada 2015 dan memutuskan untuk tak lagi tinggal di lingkungan tersebut sehingga menjualnya kepada PT H.
Lewat secarik surat dituliskan DT yang didapat dari Lurah Mangga Dua Selatan, tertulis klaim bahwa akses jalan yang tengah disoal Abun adalah miliknya.
Karenanya, menurut DT, Abun tak punya hak untuk melarang pembangunan apa pun karena hak kepemilikan telah berpindah kepada PT H.
Surat itu tertanggal 25 November 2019, dan sudah diketahui oleh Abun. Namun menurut pengakuan Sandry, surat itu diterima oleh istri Abun yang juga sudah lanjut usia, dan tak lancar baca tulis.
"Ibu mertua saya diminta tanda tangan seadanya, sebagai tanda terima kalau sudah terima surat itu, katanya saat pengantar surat itu didampingi 10 orang laki-laki dewasa, kalau tak tanda tangan mereka tidak akan pergi, saat itu tidak ada siapa-siapa di rumah, hanya ibu, kita pada kerja," jelas Sandry.
Lurah Mangga Dua Selatan, Setiyanto mengaku tak memiliki validasi atas legalitas surat tersebut. Menurutnya akses jalan tersebut sudah ada dari jaman sebelum dimiliki DT dan merupakan kesepakatan bersama untuk membaginya sebagai akses jalan.
"Sepertinya itu merupakan kebijakan dari pemilik lama, sepertinya tidak milik perorangan, karena kalau tanah tersebut merupakan fasum kepada pelapor (Abun) bisa menempuh jalur hukum, makanya yang diupayakan (Abun) adalah negosiasi," ujar Setiyanto.
Sandry menjelaskan memang tak sekali pun dikatakan bahwa akses jalan tersebut adalah miliknya. Kendati karena sudah digunakan selama berpuluh tahun oleh keluarganya, maka saat ini diupayakan jalan tengah jika akses tersebut dihilangkan.
"Kami coba undang pihak terkait, duduk bersama cari solusi yang manusiawi itu saja kok," harap Sandry.
Sementara itu, pembangunan gudang di sekitar rumah Abun yang dilakukan oleh perusahaan H disegel oleh Pemprov Jakarta Pusat.
Penyegelan langsung dilakukan oleh Wali Kota Jakarta Utara Bayu Meghantara beserta dinas tata kota pada Kamis, 12 Desember 2019.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kronologi
Rumah yang didiami Abun merupakan warisan turun temurun. Puluhan tahun sudah dia tempati rumah leluhurnya bersama seorang istri, sepasang anak dan menantunya, serta bersama tiga cucunya.
Salah satu menantu Abun, Johannes menceritakan kronologi awal pemblokadean akses jalan satu-satunya masuk rumah tersebut.
November lalu, seorang mandor yang ditugaskan pihak perusahan PT H merenovasi rumah tepat di sebelah kediamannya. Sang mandor beralasan renovasi adalah untuk membangun gudang.
Namun seiring waktu, pembangunan tersebut mulai menjalar ke rumahnya serta akses jalan keluar masuk ditutup. Beberapa batu konblok disusun tinggi menjulang membuat rumah mungil itu tertutup.
Abun dan keluarganya bereaksi. Johannes meminta mandor menghentikan pembangunan tersebut. Namun, mandor tetap bekerja dengan alasan menjalankan tugas dari atasan.
Dia tidak menerima keluhan seperti yang diutarakan Johanes dan Abun. Akhirnya, mereka pasrah tidak mampu melawan lagi apalagi pemilik perusahaan tersebut adalah orang besar.
Malang terus menimpa Abun dan keluarganya. Selain akses rumah yang tertutup, sepucuk surat datang dari pengembang untuk mereka. Isi surat tersebut adalah agar Abun dan keluarga meninggalkan rumah yang ditinggali. Sebagai gantinya, pengembang menyodorkan duit Rp 350 juta.
"Mau kemana saya cari rumah dengan harga Rp 350 juta. Harga rumah di Jakarta di atas segitu. Palingan ada, di luar kota Jakarta yang sangat jauh dari tempat saya bekerja sebagai bengkel mobil dan anak-anak saya bersekolah," tutur Johannes saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (13/12/2019).
Dia menceritakan, ibunya saban malam meneteskan air mata. Di tidak tega melihat sang ibu yang sudah sepuh harus sedih memikirkan kehilangan rumah satu-satunya, rumah yang pernah dilumat si jago merah karena arus pendek.
Sebagian rumah tersebut hangus menjadi abu, biaya dikeluarkan untuk memperbaiki rumah usap kebakaran tidaklah sedikit. Mereka harus merogoh Rp 150 juta untuk merenovasi bangunan yang dilumat api. Ketiadaan biaya membuat Johannes harus ke sana sini mencari pinjaman uang.
Sementara itu, akibat penutupan akses masuk ke kediamannya, Johannes tidak bisa mengeluarkan sepeda listriknya yang setiap hari digunakan untuk mengantar anak-anaknya setiap pagi sekolah di daerah Mangga Besar. Biasanya, Johannes semangat mengayuh sepeda bolak-balik mengantarkan tiga anaknya ke sekolah.
Sekarang ia harus mengantarkan dengan motor terpakir di luar jalan yang tidak dapat masukan ke dalam rumah. Apalagi motor yang ia gunakan sangat boros bahan bakar sehingga menambah pengeluaran harian yang hanya bekerja sebagai seorang tukang bengkel.
Johannes yang dipercaya Abun untuk mengurus persoalan terkait akses rumah, berupaya mendatangi RT, RW, Kelurahan, untuk mencarikan solusi persoalan yang menderanya. Akhirnya, November lalu, pihak kelurahan Mangga Dua Selatan, datang bersama dua orang satpol PP, meminta mandor menunda pekerjaan sampai masalah ini ditemukan jalan keluarnya.
Namun, apa yang disampaikan pihak kelurahan dianggap angin lalu. Sang mandor meminta pekerjanya untuk meneruskan pembangunan gudang yang menutup akses rumah Abun dan keluarga.
Perkataan dari pihak kelurahan dianggap angin lalu oleh mandor. Pada saat aparatur kelurahan itu pergi, mandor meminta para pekerja bangunan kembali menuntaskan pembangunan gudang.
Advertisement
Mediasi dan Minta Akses Dibuka Kembali
Kuasa hukum Abun, Sudjanto Sudiana, meminta pihak perusahaan mengembalikan hak akses jalan rumah milik keluarga Abun.
"Kita tidak meminta macam-macam. Kita hanya meminta akses jalan keluar masuk rumah dibuka kembali," ujar Sudjanto.
Sementara itu, mediasi tentang penutupan jalan akses keluar rumah Lie Yun Bun atau Abun difasilitasi pihak pemerintah setempat kembali dilakukan. Mediasi dipimpin langsung oleh Camat Sawah Besar, Prasetyo Setiawan di Kantor Lurah Mangga Dua Selatan, Jumat (13/12/2019).
Pihak keluarga Abun, diwakili Sandry dan Johannes yang didampingi tim kuasa hukumnya. Abun tidak hadir karena masih penyembuhan akibat terpeleset jatuh dari puing-puing proyek pembangunan pada Minggu malam 8 Desember 2019.
Sedangkan, pihak pemilik perusahaan PTÂ H tidak dapat hadir dan diwakilkan tim kuasa hukumnya. Sementara itu, DT alias Joppie J Rory yang didampingi istri selaku pemilik tanah turut hadir dalam mediasi tersebut.
Lurah Mangga Dua Selatan Setiyanto mengatakan, mediasi berjalan lancar dan menghasilkan dua opsi keputusan.
"Intinya permasalahan sudah clear. Tinggal dua hal opsi dari kedua belah pihak yaitu, Lie Yun Bun diberikan rumah di daerah Cilebut oleh pihak perusahaan atau diberikan uang ganti rugi sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)," ucap Setiyanto saat ditemui di Kantor Lurah Mangga Dua Selatan pada saat selesai mediasi.
Pihak kelurahan mengatakan akan mengembalikan kasus ini kepada masing-masing tim kuasa hukum kedua belah pihak.
"Kami tidak bisa masuk terlalu dalam. Dikarenakan tanah diperdebatkan kedua belah pihak bukan merupakan fasilitas umum" ujar Setyanto.
Pihak keluarga tidak mau memberikan keterangan kepada media. Sandry, selaku pihak keluarga meminta silakan menanyakan kepada kuasa hukumnya, Sudjanto Sudiana.
Sudjanto mengatakan, pihaknya akan meninjau rumah lokasi di daerah Cilebut yang ditawarkan PT H dan mengecek harga rumah sesuai NJOP.
Dia menuturkan, hasil mediasi, tanah yang dibeli perusahaan PT H masih resmi milik keluarga Tambani atau keluarga dari Joppie J Rory.
"Perusahaan H masih terlibat jual beli dengan Joppie J Rory. Saat ini tanah yang sedang dibangun perusahan H masih atas nama keluarga Tambani," ucap Sudjanto.
Dia mengatakan, pihaknya akan melakukan konsultasi ke Gubernur DKI Jakarta karena camat dan kelurahan belum berani mengambil keputusan.
Sementara itu, Joppie J Rory selaku pemilik tanah akses jalan keluar masuk keluarga Abun mengatakan, tanah itu milik keluarganya.
"Berdasarkan keterangan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tahun 1982 tanah ini milik keluarga E Tambani," kata Joppie J Rory.
Joppie turut mengklarifikasi, informasi dari Sandry yang menyatakan ibu mertuanya yang dipaksa menandatangani surat dari pihak perusahaan dengan membawa 10 pria ke rumah.
"Kami tidak pernah membawa 10 orang atau jagoan ke rumah Lie Yun Bun" ujar Joppi.
Sementara itu kuasa hukum PT H langsung meninggalkan lokasi begitu mediasi di kantor Kelurahan Mangga Dua Selatan selesai.
Â
(Rizki Putra Aslendra)