Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif meminta, pemerintah menjelaskan secara detail rencana penghapus sanksi pidana bagi pengusaha dalam undang-undang omnibus law.
"Jadi saya pikir itu perlu diperjelas agar omnibus law ini tidak menjadi alat untuk berlindung korporasi yang punya niat tidak baik. Ini penting," tutur Laode di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2019).
Laode menyebut, pada dasarnya korporasi dan pengusaha mesti bertanggung jawab bahkan dalam ranah pidana jika terbukti melakukan pelanggaran. Contohnya seperti kasus Volkswagen di Amerika Serikat dan Rolls-Royce di Inggris yang dikenakan pidana denda.
Advertisement
"Di mana-mana sekarang (pakai pidana korporasi). Dulu Belanda saja tidak mengakui, sekarang di KUHP Belanda jelas sekali. Jadi jangan kita buat hukum yang kembali ke masa kolonial. Kita sudah milenial tapi kembali ke masa kolonial," jelas Laode.
Baca Juga
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut, pemerintah akan mengubah sanksi pidana kepada pengusaha yang melanggar aturan. Sebab dalam konteks usaha, basis hukumnya dinilai bukanlah kriminal, melainkan pelanggaran yang bersifat administratif.
Dalam praktiknya, pengusaha akan menerima sanksi denda jika melakukan pelanggaran. Jika masih juga tidak kapok, maka sanksi selanjutnya berupa pencabutan izin usaha.
Airlangga yakin perubahan sanksi pidana dalam omnibus law dapat memberikan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Ia berpendapat, pada akhirnya akan menciptakan dunia usaha yang lebih kondusif dan nyaman.