Liputan6.com, Jakarta - Kasus yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya menyita perhatian publik beberapa hari terakhir. Bagaimana tidak, selain gagal membayar polis asuransi, negara juga dirugikan dengan perkiraan awal sebesar Rp 13,70 triliun.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengungkapkan, setidaknya ada dua langkah penting yang perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan Jiwasraya. Pertama, pemeriksaan secara hukum terhadap pihak-pihak yang menyebabkan masalah di Jiwasraya.
Baca Juga
"Kedua, jalan keluar untuk memberi perlindungan kepada para pemegang polis,” ujar Fathan di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Advertisement
Fathan menilai, skema penyelamatan yang dilakukan Kementerian BUMN sebenarnya sudah sangat positif. Selain menarik investor untuk anak usaha Jiwasraya yakni Jiwasraya Putra, Kementerian BUMN akan mempercepat holding asuransi BUMN yang diharapkan rampung pada semester satu 2020.
Di sisi lain, Fathan berharap pemerintah segera menentukan perusahaan mana yang akan ditunjuk sebagai holding asuransi BUMN. Ia menilai, perusahaan keuangan yang memiliki basis nasabah mirip seperti Jiwasraya cocok menjadi holding asuransi, misalnya Taspen.
“Nasabah Jiwasraya itu banyak ASN (aparatur sipil negara). Taspen sebagai asuransi pensiunan juga nasabahnya ASN. Apabila Taspen menjadi holding asuransi maka bisa menyelamatkan nasabah ritel Jiwasraya dengan mengambil alih portofolionya,” jelasnya.
Namun, khusus nasabah saving plan harus dilakukan restrukturisasi dengan skema yang berbeda.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Periksa Pemain di Pasar Modal hingga OJK
Langkah kedua, lanjut Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan DPP PKB ini, yaitu penyelesaian hukum di mana kasus Jiwasraya yang telah ditangani oleh penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kini diambil alih Kejaksaan Agung. Sudah ada 89 orang saksi yang telah diperiksa.
Fathan mengingatkan, semua pihak yang menyebabkan skandal Jiwasraya terjadi harus diperiksa.
“Yang dimintai tanggung jawab bukan hanya direksi dan komisaris lama, tapi juga para pemain di pasar modal yang terlibat, dan siapa pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi pada waktu itu,” pungkasnya.
Advertisement