Sukses

Gibran Maju Pilkada Solo, Antara Politik Jokowi dan PDIP

Tak hanya mendaftar menjadi anggota kader PDIP untuk mendapatkan KTA, Gibran Rakabuming Raka langsung injak gas dengan memberanikan diri mendaftar sebagai bakal calon Wali Kota Solo.

Liputan6.com, Jakarta - Gonjang ganjing mewarnai internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP menyambut Pilkada Solo 2020 mendatang usai mendaftarnya Gibran Rakabuming Raka menjadi Calon Wali Kota.

Langkah putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi terjun ke dunia politik dengan bergabung bersama PDI Perjuangan mendapat sorotan.

Tak hanya mendaftar menjadi anggota kader PDIP untuk mendapatkan KTA, Gibran Rakabuming Raka langsung injak gas dengan memberanikan diri mendaftar sebagai bakal calon Wali Kota Solo untuk Pilkada 2020.

Langkah Gibran tidak mulus. DPC PDIP Solo tidak bisa menerimanya. Alasannya, DPC PDIP sudah memutuskan untuk menyerahkan nama Achmad Purnomo yang dijagokan sebagai bakal calon Wali Kota.

Pintu DPC tertutup, peluang Gibran belum kandas begitu saja. DPD PDIP Jawa Tengah masih membuka kesempatan. Hingga akhirnya, Gibran mendaftarkan diri di DPD Jawa Tengah diantar ratusan pendukungnya.

Namun itu baru awal mula terseoknya Gibran di panggung politik. Belum lagi, adanya gerakan politik simpatisan DPC PDIP Solo yang menamakan diri Banteng Solo Tengah Bersatu. Mereka menyatakan dukungannya untuk pasangan Achmad Purnomo dan menolak Gibran.

Selain itu, ada juga aturan yang mempersempit peluang Gibran Rakabuming Raka, yaitu persyaratan untuk kader yang ingin maju sebagai bakal calon kepala daerah.

Persyaratan tersebut adalah minimal menjadi kader selama tiga tahun dan mendapat rekomendasi dari pengurus partai tempat calon berdomisili.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Politik Dinasti?

Terjunnya Gibran ke pertarungan pemilihan kepala daerah memanaskan suhu politik nasional. Langkah suami Selvi Ananda itu dianggap sebagai bagian dari politik dinasti.

Sebab, ayah Gibran yakni Jokowi adalah orang yang berkuasa di Republik ini. Setidaknya, berdasarkan hasil survei Median, sebanyak 41,6 persen warga Solo menyebutkan ada politik dinasti dari langkah Gibran mengikuti jejak ayahnya.

Menurut Ketua DPP PDIP Bambang 'Pacul' Wuryanto, untuk menjawab itu semua, Gibran harus menunjukan kualitasnya jika ingin maju di Pilkada Solo dan jangan sampai, ditertawakan orang.

"Apalagi Gibran tergolong anak baru di panggung politik," kata Bambang.

Menyadari itu, Gibran pun mulai rajin tampil di publik. Blusukan ke pasar, ikut kerja bakti, hingga belajar politik dari tokoh senior PDIP.

Penentuan nasib Gibran ada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Gibran memastikan, keputusannya bisa maju atau tidak dalam Pilkada, bukan di tangan ayahnya, Presiden Jokowi.

Saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri turun tangan dan mengambil keputusan, maka seluruh kader partai akan tegak lurus. Lantas, mengapa Pilkada Solo penting bagi PDIP?

 

3 dari 3 halaman

Jejak Politik

Politikus PDIP Maruarar Sirait menegaskan, Solo merupakan tempat strategis dan penting bagi partai berlambang banteng moncong putih. Majunya putra Presiden Jokowi pasti bakal dikaji dan dipertimbangkan. Apalagi, kata Maruarar, Solo memiliki jejak politik kuat.

Presiden Jokowi sukses dua periode menjabat Wali Kota Solo dan Ketua DPR Puan Maharani yang juga berasal dari Solo meraup suara terbesar saat Pilpres 2019.

"Khusus buat Solo pertimbangannya pasti sama tempat lain juga sangat penting, karena Solo itu sangat strategis. Kita tahu Mbak Puan juga terpilih dengan suara terbanyak di Indonesia dari situ yang terpilih sebagai anggota DPR dan akhirnya menjadi ketua DPR yang terpilih dengan suara terbesar di Indonesia, kemudian juga Pak Jokowi juga Walikota di Solo itu pandangan saya seperti itu," jelas Maruarar di Jakarta, Minggu, 22 Desember 2019.

Maruarar menuturkan, partainya hingga kini belum mengambil keputusan mengenai nama bakal calon Wali Kota Solo yang akan diusung dalam Pilkada 2020. Dia mengaku mendapat informasi itu dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

"Jadi beberapa lalu saya diundang, saya kontak (hubungi) sama Mas Hasto Sekjen. Jadi PDI Perjuangan belum memutuskan apa-apa, yang dilakukan mas Gibran itu masih dalam proses yang konstitusional yang ada dalam PDIP," kata Maruarar.

Maruarar hanya berharap majunya Gibran dikaitkan dengan istilah politik dinasti. Sebab, hal ini untuk kepentingan bangsa dan negara.

"Politik dinasti mungkin jangan-jangan ada juga di media, jangan-jangan ada juga akademisi, ada juga di pengusaha, saya pikir hampir semua profisi akan mengalami itu nah tinggal pilihan kita apa tentu kita mengamati dan kita berjuang dan kita sabar berdoa untuk bisa memperbaiki ke depan," pungkasnya.

 

Reporter : Ronald

Sumber : Merdeka