Sukses

Soal Kredit Rp 1,5 Triliun, PBNU Sebut Kemenkeu Tak Laksanakan Sesuai Kesepakatan

Menurut dia, dengan pricing pembiayaan yang tinggi tersebut, PBNU menganggap tidak layak untuk membantu masyarakat kecil.

Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siradj direspons pihak Kemenkeu yang membantah tak melaksanakan untuk memberikan kredit usaha sebesar Rp 1,5 triliun.

Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini angkat bicara soal pernyataan pihak Kemenkeu, terkait pelaksanaan kredit murah UMI (Ultra Mikro) Rp 1,5 triliun melalui program Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

"Pelaksanaan MoU terkait UMI ini tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang dijelaskan oleh LPNU (Lembaga Perekonomian NU), mengingat kami tidak melihat adanya model pembiayaan sebagaimana yang diharapkan kesepakatan diawal," kata Helmy dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (26/12/2019).

"Yakni salah satunya pricing pembiayaan bagi pelaku ekonomi mikro sebesar 2% sampai di tangan end user. Yang terjadi adalah pricing yang terlalu tinggi sebesar 8%, bahkan lebih tinggi dari KUR yang berkisar 6%," jelas dia.

Menurut dia, dengan pricing pembiayaan yang tinggi tersebut, PBNU menganggap tidak layak untuk membantu masyarakat kecil yang butuh afirmasi pricing untuk menjalankan usaha mikro, yakni pada kisaran 2% di tingkat end user, sehingga akan benar-benar dapat membantu pelaku mikro ekonomi.

"Mengenai surat rekomendasi PBNU tertanggal 22 Mei 2017, adalah sebagai tindak lanjut MoU untuk menjawab permintaan data teknis koperasi atau BMT yang akan ikut dalam program. Namun mengingat rate yang terlalu tinggi, program ini tidak dapat diteruskan," kata Helmi.

"Terlebih pemerintah menunjuk 3 channeling sebagai penyalur, yakni Bahana Artha Ventura, PNM dan Pegadaian. Tentu harapan untuk mendapatkan semurah-murahnya kredit mikro menjadi semakin jauh," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sebagai Pilot Project

Adapun kerja sama Kemenkeu dengan beberapa pesantren, yang menurutnya akan sebagai pilot project, adalah bukan bagian dari kerja sama yang diharapkan, di mana LPNU yang ditunjuk untuk melakukan pendampingan program pun tidak lagi diajak untuk terlibat aktif.

"Dengan demikian tim yang telah dibentuk oleh LPNU pun tidak dapat melakukan monev (monitoring dan evaluasi) ataupun upaya peningkatan kapasitas (capacity building) yang sejak awal sesungguhnya sudah dirancang guna menumbuhkan & menggairahkan para pelaku ekonomi mikro," tegas Helmi.

Harapan untuk terwujudnya kredit semurah-murahnya, masih kata dia, adalah impian besar bagi PBNU.

"Hal ini merupakan upaya untuk mengawal dan memberi pelayanan kepada umat terutama dalam program pemberdayaan ekonomi," pungkasnya.