Liputan6.com, Jakarta - Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami 'mimpi buruk' pada 11 April 2017 lalu.
Usai salat subuh di masjid yang tak jauh dari kediaman, dua orang pria tak dikenal mendekati dan lantas menyiramnya dengan air keras.
Nahas, wajah Novel terpapar cairan kimia tersebut. Dua mata Novel saat itu pun terancam buta. Mata kirinya rusak hingga 95 persen. Ia langsung dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Advertisement
Tak lama berselang, Novel Baswedan dirujuk ke RS Jakarta Eye Center, Menteng, Jakarta Pusat. Namun rupanya, mata Novel harus mendapat penanganan yang lebih serius. Keesokan harinya, 12 April 2019, Novel dilarikan ke Singapura.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan langsung kepada Jenderal Pol Tito Karnavian yang saat itu menjabat sebagai Kapolri untuk mengusut kasus teror tersebut.
Tito kemudian membentuk tim gabungan yang terdiri dari tim Polres Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, hingga Mabes Polri. Tim tersebut sempat menunjukkan perkembangan dalam penanganan kasua Novel.
Pada 31 Juli 2017, Tito menghadap Jokowi untuk menyampaikan perkembangan penyelidikan yang dilakukan jajarannya. Tito juga menunjukkan sketsa terbaru terduga pelaku penyerang Novel Baswedan.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sketsa Wajah Disebar
Empat bulan berselang, yakni pada 24 November 2017, Kapolda Metro Jaya saat itu, Idham Azis menunjukkan dua sketsa baru wajah terduga pelaku. Sketsa itu didapat dari keterangan dua orang saksi.
Meski dua sketsa wajah terduga pelaku disampaikan di hadapan publik, namun pengungkapan kasus Novel tak kunjung terang.
Polisi mendapat ciri-ciri wajah pelaku dari kesaksian warga yang melihat. Warga sekitar melihat sosok orang mencurigakan sesaat sebelum peristiwa terjadi.
"Dalam perjalanan penyelidikan ini, lebih kurang 66 saksi diperiksa, kemudian dari beberapa saksi yang sejak 2-3 bulan ini lalu mengerucut pada dua orang yang diduga sebagai pelaku penyiraman terhadap korban," kata Kapolda Metro Jaya saat itu, Irjen Idham Azis, 24 November 2017.
Â
Advertisement
Disebut Libatkan Petinggi Polri
Novel Baswedan mengaku sebelum peristiwa penyiraman air keras pada 11 April 2017, dirinya sempat diberi informasi oleh petinggi Polri akan diserang.
"Saya mendapat informasi dari petinggi Polri sebulan sebelumnya bahwa saya akan diserang," ujar Novel dalam wawancaranya dengan Najwa Shihab di acara Mata Najwa, Rabu, 26 Juli 2017.
Menurut dia, petinggi Polri itu pun memintanya untuk berhati-hati. Bahkan, petinggi Polri yang tak disebutkan namanya oleh Novel, sempat menawarkannya penjagaan alias pengawalan.
"Tapi tidak mungkin saya (mau) karena saya dari KPK," kata Novel.
Dia mengatakan, ada dua kelompok di Kepolisian yang berbeda sikap kepadanya. Kelompok pertama berusaha mengamankan atau melindungi dirinya. Sedangkan kelompok kedua mencari-cari kesalahannya.
"Ada 2 kelompok (Polri), ada yang berupaya mengamankan, ada yang mencari-cari kesalahan. Iya kelompok Polri," ucap Novel kala itu.
Novel mengungkapkan, diduga ada petinggi Polri yang terlibat kasus penyiraman air keras kepada dirinya. Bahkan, salah satu anggota Polri yang diduga terlibat sudah berpangkat jenderal.
"Satu jenderal diduga terlibat," katanya saat wawancara khusus dengan Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa di Metro TV seperti dikutip merdeka.com, Rabu, 26 Juli 2017 lalu.
Dia menjelaskan, tidak bisa mengungkapkan apakah masih ada anggota kepolisian yang terlibat selain pejabat Polri berpangkat jenderal.
"Saya rasa tidak pantas saya bicarakan di ruang terbuka," tegas Novel.
Â
TPF Dibentuk
Dua tahun kasus ini tak kunjung terungkap. Akhirnya pada 8 Januari 2019, Tito Karnavian yang menjabat sebagai Kapolri membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Tugasnya, menyelidiki kasus penyiraman air keras hingga mencari siapa pelakunya.
Saat itu, TPF diketuai Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis dan Tito menjadi penanggung jawabnya. Beberapa anggotanya terdiri dari unsur KPK yaitu Budi Agung Nugroro, Harun, Novrizal, Herda K, dan Tessa Mahardika.
Kemudian dari pegiat HAM dan mantan wakil pimpinan KPK dan guru besar hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, Peneliti LIPI Hermawan Sulistyo, serta Ketua Ikatan Sarjana Hukum Indonesia Amzulian Rifai.
Setelah TPF dibentuk, Presiden Jokowi kemudian memberikan tenggat waktu selama 3 bulan atau sampai Oktober 2019 untuk menyelesaikan kasus ini.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada TPF sudah sampaikan hasilnya dan hasil itu mesti ditindaklanjuti oleh tim teknis untuk menyasar dugaan-dugaan yang ada. Oleh sebab itu, kalau Kapolri sampaikan meminta waktu 6 bulan, saya sampaikan 3 bulan tim teknis harus bisa menyelesaikan apa yang kemarin diselesaikan," kata Jokowi, 19 Juli 2019.
Namun hingga tenggat waktu berakhir, kasus penyiraman Novel tetap jalan di tempat. Karena tak jua memberikan titik terang, Presiden Jokowi kembali memberikan tenggat waktu untuk memecahkan misteri kasus ini sampai awal Desember 2019 kepada Kapolri Idham Azis.
"Saya sudah sampaikan ke Kapolri baru, saya beri waktu sampai awal Desember," kata Jokowi.
Sementara itu, sehari sebelum dilantik menjadi Kapolri, Idham Azis mengatakan akan menunjuk Kabareskrim untuk menyelesaikan kasus Novel.
"Kalau tidak ada aral melintang, besok saya kemungkinan besar akan dilantik oleh Bapak Presiden dan sesaat nanti setelah itu saya akan menunjuk Kabareskrim yang baru untuk segera mempercepat pengungkapan kasus Novel Baswedan," kata Idham.
Namun, setelah dilantik, Idham bungkam saat ditanya wartawan tentang pengusutan kasus penyerangan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Alih-alih menjawab, mantan Kabareskrim itu hanya diam dan mengakhiri sesi tanya jawab. Idham lalu pergi meninggalkan Istana Negara.
Â
Advertisement
Sempat Dituding Rekayasa Kasus
Siapa pelaku yang menyiramkan air keras terhadap Novel Baswedan yang mengakibatkan mata kirinya cacat permanen, belum terungkap.
Namun, ada segelintir orang yang justru melontarkan tudingan miring kepada Novel. Novel justru dituding merekayasa kasus penyiraman air keras yang dialaminya.
Ia adalah politikus PDIP Dewi Ambarwati alias Dewi Tanjung. Dia melaporkan Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan penyebaran berita bohong terkait teror air keras.
"Saya melaporkan Novel Baswedan penyidik KPK terkait dugaan rekayasa kasus penyiraman air keras. Ada beberapa hal yang janggal dari rekaman CCTV dia, yakni dari bentuk luka, dari perban, kepala yang diperban tapi tiba-tiba mata yang buta begitu kan," ujar Dewi di Polda Metro Jaya, Rabu, 6 November 2019.
Dewi menduga Novel hanya berpura-pura saat terkena air keras.
"Saya orang seni, saya juga biasa beradegan. Orang kalau sakit itu tersiram air panas reaksinya tidak berdiri, tapi akan terduduk jatuh terguling-guling. Itu yang saya pelajari, dan tidak ada reaksi dia membawa air untuk disiramkan," kata Dewi.
"Faktanya kulit Novel kan enggak apa-apa, hanya matanya. Yang lucunya kenapa hanya matanya sedangkan kelopaknya, ininya semua tidak (rusak)," kata Dewi menambahkan.
Dituding merekayasa kasus penyiraman air keras yang dialaminya, Novel Baswedan enggan menanggapi banyak atas laporan tersebut. Hanya dengan tegas, mantan Kasatgas kasus simulator SIM itu mengatakan tindakan Dewi ngawur.
Usai menghadiri acara yang digagas Turun tangan Jakarta, Novel justru khawatir ulah Dewi ditiru sejumlah pihak. Atas pernyataan Dewi tersebut, Novel juga mengatakan bahwa politisi yang gagal nyaleg itu justru hanya mempermalukan diri sendiri.
"Saya cuma ingin menyampaikan bahwa prihatin dengan perilaku perilaku yang buruk seperti ini. Kata-kata orang itu jelas menghina lima rumah sakit, tiga rumah sakit di Indonesia dan dua rumah sakit di Singapura," ujar Novel di Jakarta, Sabtu, 9 November 2019.
Pelaku Akhirnya Ditangkap
Bareskrim Polri telah menangkap dua pelaku penyerangan menggunakan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Dua pelaku diketahui merupakan anggota Polri aktif.
"Tadi malam kami tim teknis bekerja sama dengan Kakor Brimob telah mengamankan pelaku yang diduga menyerang saudara NB (Novel Baswedan)," ujar Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo di Mapolda Metro Jaya, Jumat (27/12/2019).
Listyo memastikan, kedua penyerang Novel Baswedan merupakan anggota Polri aktif.
" Inisial RM dan RB. Polri aktif," tutur Listyo.
Novel Baswedan diserang menggunakan air keras oleh orang tak dikenal usai salat subuh di masjid dekat rumahnya pada Selasa 11 April 2017. Berbagai spekulasi motif penyerangan menyeruak ke permukaan, salah satunya terkait perkara korupsi yang ditangani Novel di KPK.
Proses penyelidikan dan penyidikan kasus penyerangan tersebut cukup alot. Dua tahun lebih polisi belum juga mampu mengungkap siapa penyerang Novel Baswedan.
Advertisement