Liputan6.com, Jakarta: Organisasi Buruh Dunia (ILO), baru-baru ini, menyebutkan perdagangan perempuan di Indonesia termasuk yang paling parah. Bahkan, Medan (Sumatra Utara), Manado (Sulawesi Utara) serta Karawang dan Indramayu di Jawa Barat menjadi incaran mafia perdagangan perempuan internasional. Hal tersebut juga dibenarkan Komisi Nasional Perempuan yang mencatat sekitar 300 ribu perempuan dan gadis belia terlibat dalam perdagangan itu [baca: Sindikat Perdagangan Wanita Kian Merajalela].
Kasus terakhir, Kepolisian Kota Besar Medan menangkap lima tersangka anggota sindikat perdagangan perempuan belia alias anak baru gede (ABG) asal Tanjungbalai, Riau. Kelima tersangka diringkus di Karaoke Dinasti. Kasus tersebut terungkap setelah seorang anggota keluarga korban yang keberatan anaknya bekerja di karaoke sebagai pelayan dan pendamping tamu. Sedangkan seorang tersangka mengaku setiap ABG dibeli Rp 300 ribu dari sebuah agen.
Aktivis dari Koalisi Perempuan Dian Kartikasari menilai, perdagangan perempuan tak bisa dihentikan lantaran pemerintah tak mempunyai kebijakan yang jelas. Hal tersebut diperparah dengan koordinasi yang lemah antardepartemen. Selain itu, menurut Dian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang seharusnya giat dan peduli akan nasib perempuan masih berkutat dengan definisi belum sampai pada tahap aksi.
Menurut Dian, perdagangan perempuan tidak hanya lewat para calo yang datang langsung ke daerah-daerah seperti yang terjadi di Indramayu dan Karawang [baca: Sindikat Penjualan ABG di Indramayu Dibongkar]. Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) juga, menurut Dian, sangat berperan atas perdagangan perempuan. Sebab, selama ini banyak PJTKI tak mengawasi perempuan yang dipekerjakan. Bahkan, para perempuan itu dibiarkan mencari alamat sendiri dengan pedoman selembar surat job order. "Padahal dalam kenyataannya banyak job order yang palsu. Dari sinilah biasanya para perempuan mulai terjerat pelacuran," kata Dian.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)
Kasus terakhir, Kepolisian Kota Besar Medan menangkap lima tersangka anggota sindikat perdagangan perempuan belia alias anak baru gede (ABG) asal Tanjungbalai, Riau. Kelima tersangka diringkus di Karaoke Dinasti. Kasus tersebut terungkap setelah seorang anggota keluarga korban yang keberatan anaknya bekerja di karaoke sebagai pelayan dan pendamping tamu. Sedangkan seorang tersangka mengaku setiap ABG dibeli Rp 300 ribu dari sebuah agen.
Aktivis dari Koalisi Perempuan Dian Kartikasari menilai, perdagangan perempuan tak bisa dihentikan lantaran pemerintah tak mempunyai kebijakan yang jelas. Hal tersebut diperparah dengan koordinasi yang lemah antardepartemen. Selain itu, menurut Dian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang seharusnya giat dan peduli akan nasib perempuan masih berkutat dengan definisi belum sampai pada tahap aksi.
Menurut Dian, perdagangan perempuan tidak hanya lewat para calo yang datang langsung ke daerah-daerah seperti yang terjadi di Indramayu dan Karawang [baca: Sindikat Penjualan ABG di Indramayu Dibongkar]. Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) juga, menurut Dian, sangat berperan atas perdagangan perempuan. Sebab, selama ini banyak PJTKI tak mengawasi perempuan yang dipekerjakan. Bahkan, para perempuan itu dibiarkan mencari alamat sendiri dengan pedoman selembar surat job order. "Padahal dalam kenyataannya banyak job order yang palsu. Dari sinilah biasanya para perempuan mulai terjerat pelacuran," kata Dian.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)