Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menelusuri aset milik tujuh tersangka kasus dugaan korupsi Bank BTN cabang Semarang dan Gresik. Ketujuh tersangka diduga merugikan negara sebesar hampir Rp 50 miliar.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah meyakini, ketujuh tersangka korupsi di BTN itu menyamarkan hasil tindak pidana korupsinya ke dalam bentuk aset bergerak maupun tidak bergerak.
"Mulai hari ini, kami sudah resmi meminta kepada BPK untuk menelusuri aset milik para tersangka kasus BTN cabang Semarang dan Gresik ini," tutur Febrie dalam keterangannya, Selasa (4/2/2020).
Advertisement
Mulai pekan depan, kata Febrie, para tersangka akan diperiksa intensif oleh tim penyidik Kejagung. Namun, Febrie tidak mau berspekulasi apakah seluruh tersangka bakal langsung ditahan atau tidak pada panggilan perdananya oleh tim penyidik Kejagung.
"Kita lihat nanti, kalau soal (penahanan), itu kewenangan dari penyidik. Pokoknya mulai pekan depan, para tersangka bakal kami panggil untuk diperiksa sebagai tersangka," katanya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sebanyak tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi Bank BTN cabang Semarang dan Gresik. Tiga dari tujuh tersangka itu merupakan pejabat di Bank BTN, sementara sisanya adalah pihak swasta.
Tiga pejabat BTN tersebut adalah pejabat Asset Management Division (AMD) sekaligus Ketua Serikat Pekerja BTN berinisial SW dengan surat penetapan tersangka bernomor TAP-01/F.2/Fd.2/01/2020.
Lalu tersangka AMD Head Area II Bank BTN SB dengan nomor surat penetapan tersangka TAP-02/F.2/Fd.2/01/2020 dan AM selaku Kepala Unit Komersial Landing Bank BTN cabang Sidoarjo dengan nomor surat penetapan tersangka TAP-03/F.2/Fd.2/01/2020.
Dari empat orang tersangka pihak swasta, Febrie hanya menyebutkan tiga tersangka yaitu EGT dan ARR dari PT NAP serta LR dari PT LJP. Satu pihak swasta lagi belum disebutkan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kronologi Kasus
Seperti diketahui, perkara dugaan tindak pidana korupsi ini berawal pada Desember 2011. Saat itu PT BTN Cabang Gresik telah memberikan fasilitas Kredit Yasa Griya (KYG) kepada PT GPW senilai Rp 5 miliar dan menyebabkan kredit macet Rp 4,1 miliar.
Diduga kuat ada kesalahan prosedural dalam pemberian yang dilakukan dan melawan hukum karena tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi BTN.
Kemudian, Desember 2015, Asset Management Division (AMD) Kantor Pusat BTN secara sepihak melakukan novasi (pembaharuan utang) kepada PT NAP. Plafond novasi senilai Rp 6,5 miliar, tanpa ada tambahan agunan. Lalu, hal itu menyebabkan kredit macet kembali sebesar Rp 5,7 miliar.
Tak hanya itu, pada November 2016, AMD Kantor Pusat BTN kembali melakukan novasi secara sepihak dari PT. NAP kepada PT. LJP. Perbuatan AMD Kantor Pusat BTN itu tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada.
Selain itu, dilakukan tambahan agunan dengan plafon kredit Rp 16 miliar, hingga menyebabkan kredit macet Rp 15 miliar dengan kategori kolektibilitas 5.
Kejagung sempat memeriksa kasus tindak pidana korupsi pemberian Kredit Yasa Griya dari Bank BTN cabang Semarang kepada Debitur PT TF dan Novasi kepada PT NAP serta PT LJP.
Kasus tersebut terjadi pada April 2019. BTN Cabang Semarang memberikan fasilitas Kredit Yasa Griya kepada PT TF Rp 15,2 miliar. Prosedur pemberiannya diduga tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi BTN, sehingga mengakibatkan kredit macet sebesar Rp 11,9 miliar.
Advertisement