Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak China menghentikan tindakan provokasi dengan melanggar kedaulatan wilayah RI di perairan Natuna.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menegaskan, dukungan NU atas sikap tegas pemerintah terhadap China. Menurut Said Aqil, tindakan Coast Guard China mengawal kapal nelayan berbendera China di perairan Natuna merupakan tindakan provokasi yang tidak bisa diterima.
Saiq Aqil meminta, pemerintah tak ragu untuk mengusir kapal-kapal asing yang melakukan aktivitas ilegal di seluruh perairan Indonesia, termasuk Natuna.
Advertisement
Meskipun China merupakan investor terbesar ketiga di Indonesia, NU berharap, pemerintah tidak lembek dan tidak menegosiasikan perihal kedaulatan teritorial dengan kepentingan ekonomi.
"Keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI, di darat dan di laut, dan juga di udara adalah harga mati yang tidak bisa ditukar dengan kepentingan apa pun," kata Said Aqil seperti dilansir dari Antara, Senin 6 Januari 2020.
Baca Juga
Dalam jangka panjang, NU meminta, pemerintah untuk mengarusutamakan fungsi laut dan maritim sebagai kekuatan ekonomi dan geopolitik.
Ia berpendapat, kedudukan laut amat strategis sebagai basis pertahanan. Oleh sebab itu, pulau-pulau perbatasan, termasuk yang rawan gejolak di Laut Selatan China, tidak boleh lagi disebut sebagai pulau terluar, tetapi terdepan.
"Ketidaksungguhan dalam melaksanakan konsep pembangunan berparadigma maritim, termasuk geopolitik, ekonomi, dan pertahanan, akan membuat Indonesia kehilangan 75 persen potensinya untuk maju, sejahtera, dan memimpin dunia sebagai bangsa bahari, seperti amanat founding fathers," tutur Said Aqil.
Dalam pandangan NU, sebagaimana dinyatakan oleh pendiri Nahdlatul Ulama Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, hukum membela keutuhan Tanah Air adalah fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang Islam).
"Dan barang siapa mati demi Tanah Airnya, maka ia mati syahid," ucap Said Aqil.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tolak Klaim China Atas Natuna
Sebelumnya, pemerintah Indonesia kembali menegaskan menolak klaim China atau Tiongkok terhadap wilayah Natuna. Hal ini disampaikan usai rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko Polhukam.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 3 Januari 2020.
Dia menuturkan, dalam rapat tersebut, pemerintah memastikan bahwa kapal-kapal China telah melakukan pelanggaran-pelanggaran di wilayah ZEE Indonesia.
Menurut Retno ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982.
"Tiongkok merupakan salah satu party dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," ujarnya.Â
Dia juga menuturkan, dalam rapat tadi juga disepakati adanya peningkatan patroli di wilayah Natuna.
"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di perairan Natuna," pungkasnya.
Advertisement