Liputan6.com, Jember: Terjangan banjir gula impor tak cuma memerosotkan harga gula lokal yang memuyengkan petani tebu. Tapi, menghantam pula kehidupan pabrik gula (PG), seperti Semboro di Kecamatan Tanggul, Jember, Jawa Timur. Lihat saja, pada musim giling tahun ini, pabrik gula tersebut merugi hingga Rp 24,2 miliar. Demikian dituturkan Kepala Unit PG Semboro Syahdan di Jember, baru-baru ini.
Semboro kehilangan puluhan miliar akibat perbedaan harga gula lokal dan impor. Saat ini, gula impor dijual dengan harga Rp 2.600 per kilogram. Itu masih di bawah harga pokok produksi (HPP) petani yang mencapai Rp 3.000. Padahal, para konsumen bisa membeli 1 kg gula impor hanya dengan uang sekitar Rp 2.600. Jika kondisi tersebut berlanjut, Syahdan khawatir PG Semboro tinggal menghitung hari untuk gulung tikar. Artinya, sebanyak 30 ribu pekerja akan kehilangan pekerjaan.
Bukan cuma itu. Pemerintah Kabupaten Jember akan kehilangan perputaran uang sebesar Rp 172 miliar dan pajak retribusi sebesar Rp 2 miliar. Konsumen pun bakal merindukan 400 ribu kuintal gula pasir per tahun. Karena itu, PG Semboro meminta pemerintah segera membendung luapan gula impor sekaligus menjatuhkan sanksi tegas kepada para importir gula pasir.
Tapi, nampaknya Wakil Presiden Hamzah Haz tak sependapat dengan sebagian besar kalangan yang menggantungkan hidup pada produksi gula lokal, seperti halnya Syahdan dari PG Semboro. Banjir gula impor akan menyurut jika petani dan pabrik menghasilkan gula yang berkualitas tinggi. Karena itu, Wapres meminta para petani tebu dan pabrik gula meningkatkan kualitas produknya sehingga dapat bersaing dengan gula impor di dunia internasional [baca: Wapres Tak Menyetujui Usulan Menaikkan Bea Gula Impor].
Sementara itu, para pedagang sembilan bahan pokok di sejumlah pasar tradisional Jakarta mengaku memetik keuntungan yang lebih besar dari penjualan gula impor. Selain lantaran harga beli yang lebih bersahabat dengan dompet, para konsumen umumnya tidak begitu ambil pusing soal asal-usul gula yang mereka beli.
Di Pasar Tradisional Tebet Barat, Jakarta Selatan, misalnya, harga gula entah impor atau lokal dijual sekitar Rp 3.300 per kilogram. Para pedagang mengaku mendapat laba Rp 200 lebih bila menjual gula impor. Bandingkan dengan penjualan gula lokal yang cuma mendulang keuntungan sekitar Rp 150. Selain itu, biasanya para pembeli memilih gula berdasarkan penampilan dan rasanya saja.
Para pedagang di sana mengatakan, harga gula di pasar tradisional cenderung meningkat dalam sebulan terakhir. Bulan sebelumnya, harga gula mencapai Rp 3.100. Saat ini, naik 100 perak menjadi Rp 3.200 per kg. Meski begitu, kecenderungan ini tak berlaku di pasar swalayan. Sebab, kebanyakan pasar swalayan memiliki stok gula dalam jumlah besar. Dengan begitu, mereka bisa menjaga kestabilan harga jual di tingkat eceran.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)
Semboro kehilangan puluhan miliar akibat perbedaan harga gula lokal dan impor. Saat ini, gula impor dijual dengan harga Rp 2.600 per kilogram. Itu masih di bawah harga pokok produksi (HPP) petani yang mencapai Rp 3.000. Padahal, para konsumen bisa membeli 1 kg gula impor hanya dengan uang sekitar Rp 2.600. Jika kondisi tersebut berlanjut, Syahdan khawatir PG Semboro tinggal menghitung hari untuk gulung tikar. Artinya, sebanyak 30 ribu pekerja akan kehilangan pekerjaan.
Bukan cuma itu. Pemerintah Kabupaten Jember akan kehilangan perputaran uang sebesar Rp 172 miliar dan pajak retribusi sebesar Rp 2 miliar. Konsumen pun bakal merindukan 400 ribu kuintal gula pasir per tahun. Karena itu, PG Semboro meminta pemerintah segera membendung luapan gula impor sekaligus menjatuhkan sanksi tegas kepada para importir gula pasir.
Tapi, nampaknya Wakil Presiden Hamzah Haz tak sependapat dengan sebagian besar kalangan yang menggantungkan hidup pada produksi gula lokal, seperti halnya Syahdan dari PG Semboro. Banjir gula impor akan menyurut jika petani dan pabrik menghasilkan gula yang berkualitas tinggi. Karena itu, Wapres meminta para petani tebu dan pabrik gula meningkatkan kualitas produknya sehingga dapat bersaing dengan gula impor di dunia internasional [baca: Wapres Tak Menyetujui Usulan Menaikkan Bea Gula Impor].
Sementara itu, para pedagang sembilan bahan pokok di sejumlah pasar tradisional Jakarta mengaku memetik keuntungan yang lebih besar dari penjualan gula impor. Selain lantaran harga beli yang lebih bersahabat dengan dompet, para konsumen umumnya tidak begitu ambil pusing soal asal-usul gula yang mereka beli.
Di Pasar Tradisional Tebet Barat, Jakarta Selatan, misalnya, harga gula entah impor atau lokal dijual sekitar Rp 3.300 per kilogram. Para pedagang mengaku mendapat laba Rp 200 lebih bila menjual gula impor. Bandingkan dengan penjualan gula lokal yang cuma mendulang keuntungan sekitar Rp 150. Selain itu, biasanya para pembeli memilih gula berdasarkan penampilan dan rasanya saja.
Para pedagang di sana mengatakan, harga gula di pasar tradisional cenderung meningkat dalam sebulan terakhir. Bulan sebelumnya, harga gula mencapai Rp 3.100. Saat ini, naik 100 perak menjadi Rp 3.200 per kg. Meski begitu, kecenderungan ini tak berlaku di pasar swalayan. Sebab, kebanyakan pasar swalayan memiliki stok gula dalam jumlah besar. Dengan begitu, mereka bisa menjaga kestabilan harga jual di tingkat eceran.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)