Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus suap 16 paket proyek jalan senilai Rp 132 miliar dengan terdakwa penerima suap Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani, menyeret nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri.
Kuasa Hukum terdakwa Maqdir Ismail di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1/2020), mengatakan tudingan bahwa terdakwa penyuap yakni Elvyn MZ Muchtar yang memberikan sejumlah uang kepada Firli Bahuri semasa menjabat Kapolda Sumsel tidak bisa dibuktikan hanya dari penyadapan.
Baca Juga
"BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvyn dan kontraktor Robi bahwa Elvyn akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak," ujar Maqdir Ismail.
Advertisement
Dalam sidang kedua dengan agenda membacakan ekspresi tersebut, Makdir menegaskan bahwa Ahmad Yani tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp 22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang berstatus terdakwa.
Komitmen fee tersebut merupakan inisiatif Elvyn yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp 132 miliar, termasuk upaya memberikan USD 35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumsel.
Maqdir menjelaskan, Elvyn memanfaatkan silaturahmi antara Firli Bahuri dengan Ahmad Yani pada Agustus 2019 untuk memberikan uang senilai USD 35.000, uang tersebut dimintakannya dari terdakwa Robi yang saat itu berhasrat mendapatkan 16 paket proyek jalan.
Elvyn lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan, Elvyn memberi tahu bahwa ia ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.
"Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, 'ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau'," kata Maqdir seperti dikutip Antara.
Percakapan itu ternyata disadap oleh KPK, kata dia, tetapi KPK justru tidak memberitahu kepada Kapolri bahwa Kapolda Sumsel akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang.
"Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerja sama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu," tegas Maqdir.
Selain menyebut dakwaan tidak tepat, dia menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut kontestasi jadi Ketua KPK.
"Dari majalah Tempo bisa dilihat bahwa ada upaya menjegal Pak Firli agar tidak jadi Ketua KPK, harusnya mereka (eks-komisioner KPK) legowo Pak Firli jadi Ketua KPK, bukan malah dibusukkan," jelasnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bagian dari Penyelidikan
Mendengar eksepsi tersebut, JPU KPK Roy Riadi mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvyn.
"Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvyn yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani," kata Roy.
Terkait penyadapan yang dimaksudkan penasihat hukum Ahmad Yani agar KPK seharusnya memberi tahu Kapolri terkait upaya pemberian uang dari Elvyn, Roy menyebut itu bagian dari penyelidikan.
"Pak Kapolda (Firli) juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja," kata Roy.
Kendati menyeret-nyeret nama Ketua KPK, pihaknya tetap pada dakwaan yang menjerat Ahmad Yani dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Eksepsi akan kami jawab terkait keberatan dakwaan saja, soal lain-lain itu nanti saja," demikian Roy.
Advertisement