Liputan6.com, Bogor - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah melakukan penelitian terhadap longsornya tanah di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Longsor yang menyebabkan 7 orang meninggal dunia itu karena melapuknya batuan breksi vulkanik dan tuft (tumpuk) di lokasi itu yang mudah longsor saat terjadi hujan.
Ketiga titik lokasi tanah longsor yang diteliti, yakni, longsoran di kawasan Desa Harkat Jaya, Pasir Madang dan Desa Urug.
Kasubid Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat, PVMBG dari Kementerian ESDM, Sumaryono, mengatakan faktor curah hujan juga turut berpengaruh karena pada 1 Januari 2020, hujan mencapai 301.6 milimeter dalam sehari atau kategori hujan ekstrim.
Advertisement
"Bisa dikatakan curah hujan satu bulan diturunkan dalam satu hari atau ekstrim sehingga banyak sekali longsoran pada lereng dan bukit," ujar Sumaryono, Jumat (10/1/2020).
Kemudian batuan di daerah lokasi bencana sudah mengalami pelapukan. Material di lereng dan perbukitan berupa lempung pasiran yang lunak sehingga mudah hancur. Apabila terkena air mudah luruh karena telah melewati batas kejenuhan.
"Longsor di Bogor karena batas pelapukan batuan vulkanik dan batuan dasar vulkanik, serta lereng yang curam tidak mampu menahan curah hujan sangat tinggi," terangnya.
Terlebih lagi, lanjut Sumaryono, kondisi tata guna lahan atau peruntukan lahan di kawasan bencana longsor dan banjir itu berupa permukiman desa, ladang, kebun campuran, perkebunan, dan hutan.
"Beberapa longsor terjadi pada alur air sehingga area terdampaknya bisa jauh sampai pemukiman. Contohnya Sungai Cidurian dan anak Sungai Cidurian karena batuan dasar batu lempung dan kemiringan searah lereng atasnya vulkanik sehingga erosi di sungai itu semakin tinggi," kata dia.
Ia mengingatkan, kepada warga yang tinggal di lereng, daerah perbukitan maupun di sejumlah titik ruas jalan untuk mewaspadai akan terjadinya kembali longsoran susulan. Karena material longsoran belum semua turun dan masih jenuh air.
"Banyak dijumpai longsor di Desa Pasir Madang dan Harkat Jaya maupun jalan menuju Urug ada lebih dari 40 titik longsor. Tidak menutup kemungkinan, sisa tanah di atasnya itu akan bergerak kembali. Terlebih di saat curah hujan yang masih tinggi," katanya.
Sedangkan mengenai sejumlah ruas jalan yang ambles hingga memutus akses ke beberapa desa, kata Sumaryono, merupakan sebagai dampak dari adanya pergerakan tanah longsor sebelumnya.
"Karena adanya aktifitas di atas tanah itu, maka sangat mudah terjadi amblesan. Kalau sempat terdengar dentuman dan gemuruh itu hal biasa sebelum terjadi longsor. Itu karenan dorongan air dalam tanah," ujarnya.
Saksikan video di bawah ini:
Bencana Tanah Longsor
Bencana banjir dan longsor melanda wilayah barat Kabupaten Bogor pada 1 Januari 2020. Daerah terdampak bencana tersebut meliputi Kecamatan Nanggung, Cigudeg, Sukajaya, dan Jasinga. Kondisi terparah terjadi di wilayah Kecamatan Sukajaya.
Data sementara dari Posko Utama Penanggulangan Bencana mencatat banjir dan longsor di Kecamatan Sukajaya terdapat 7 orang meninggal dunia, 4 orang hilang dan sampai saat ini belum ditemukan akibat tertimbun longsor.
Data keseluruhan akibat bencana banjir dan longsor yang tersebar di 5 kecamatan tercatat, sebanyak 517 warga mengalami luka ringan dan 12 orang luka berat. Kemudian, 2.139 rumah rusak berat, 81 unit rusak sedang, 2.140 unit rusak ringan, dan 104 unit rumah terancam.
Kemudian bangunan lainnya yang rusak, 17 masjid, 14 sekolah, 7 pondok pesantren, dan 3 musola. Jalan yang terputus akibat banjir dan longsor sebanyak 55 titik. Selanjutnya, 11 jembatan terputus.
Banjir dan longsor juga menyebabkan akses menuju desa-desa terputus sehingga warga terisolir. Di Kecamatan Sukajaya sebanyak 9 desa terisolir, di Kecamatan Nanggung 6 desa terisolir, dan di Cigudeg 1 desa terisolir.
"Sampai hari ini masih ada 3 desa yang masih terisolir. Belasan alat berat masih terus membuka jalur yang tertutup material longsoran," kata Dandim 0621/ Kabupaten Bogor Letkol Inf. Harry Eko Sutrisno.
Advertisement