Liputan6.com, Jakarta Pengamat politik Universitas Airlangga, Surabaya, Hari Fitriantomenilai keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka dan menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution dalam kontestasi Pilkada 2020 bukanlah merupakan sebuah upaya membangun dinasti politik.
“Selama ini dinasti politik terlanjur di-frame sebagai perilaku negatif menguasai jabatan-jabatan publik oleh suatu jalinan keluarga yang memiliki akses terhadap sumber kekuasaan melalui cara-cara tertutup dan anti-demokrasi. Dalam kasus Gibran dan Bobby menurut saya hal itu tidak begitu. Sebagai milenial yang bersemangat, mereka jujur berikhtiar koq, ikut prosedur dan masuk dalam seleksi terbuka yang kompetitif”, ungkapnya, Jumat (11/1/2020).
Baca Juga
Hari menambahkan bahwa ciri dinasti politik itu juga ditandai dengan estafet kekuasaan di level yang sama. “Bapaknya misalnya walikota atau bupati, selesai periode, yang diajukan adalah istri atau anaknya untuk melanjutkan. Kasusnya tentu berbeda dengan Gibran dan Bobby, kasusnya kan bukan tongkat estafet. Kebetulan saja ayahnya mereka presiden. Jokowi sendiri tidak pernah memaksakan dan mengarahkan anak-anaknya terjun di politik.”.
Advertisement
Dosen Ilmu Politik FISIP ini mengingatkan bahwa keikutsertaan mereka adalah hak sebagai warga negara, dijamin oleh konstitusi dan tidak ada aturan hukum yang dilanggar.
“Jadi tidak fair juga menuduh bahwa ini upaya mengamankan dinasti politik. Bagi saya ini ikhtiar kreatif anak muda dalam ikut berpolitik”, tegasnya.
Hal senada dikatakan oleh pengamat politik dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Bagus Balghi yang menilai majunya Gibran Rakabumingraka dan Bobby Nasution dalam Pilkada 2020 mendatang adalah bagian dari upaya anak muda era kekinian untuk berpartisipasi melalui jalur politik pemerintahan.
“Majunya Gibran dan Bobby adalah suatu hal yang wajar, itu kan sebagai bagian dari partisipasi politik yang demokratis. Memang ini adalah zamannya anak muda milenial, kebetulan pemilih terbesar juga pemilih muda”, ungkapnya di Jakarta.
Tidak Selalu Negatif
Bagus menilai, majunya Gibran sebagai bakal calon walikota Solo dan Bobby Nasution di Medan jangan dicurigai semata hanya karena mereka anak dan mantu Presiden Jokowi.
”Kita harus memahami bahwa era saat ini adalah era anak muda, ditandai dengan kehadiran bonus demografi dan munculnya ekonomi kreatif. Gibran, Bobby saya pikir mewakili semangat zaman anak-anak muda milenial yang kreatif, punya visi dan idealisme, ingin berinovasi dan berprestasi mengukir zaman”, terang pengamat politik muda ini.
Menurut Bagus dinasti politik sesungguhnya juga adalah hal yang wajar dalam politik dan tidak selalu bermakna negatif.
Bahkan di negara-negara demokrasi yang mapan, politik dinasti bukan sesuatu yang haram, banyak yang memberi manfaat.
“Indonesia semakin dewasa dalam berdemokrasi meski akhir-akhir ini diterjang oleh hantaman politik identitas. Namun publik dan pemilih pun telah semakin bijak dalam menilai dan menjatuhkan pilihan. Artinya, dalam mekanisme politik yang terbuka, apalagi hanya dalam tingkatan kota, proses kompetisi yang sehat dan transparan akan terjadi. Justru saya kagum dengan Gibran dan Bobby sebagai anak muda berani masuk dalam kontestasi pilkada yang ketat dan melelahkan ini”.
Bagus menambahkan,” Karakter milenial memang memiliki jiwa entrepreneur yang kuat. Saya pikir model keberanian begini yang dibutuhkan masyarakat kita untuk maju”.
Advertisement