Sukses

KPK Ultimatum Politikus PDIP Harun Masiku Menyerahkan Diri Sebelum Terbit DPO

Harun Masiku, penyuap komisioner KPU, diketahui tengah berada di luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum mantan caleg DPR RI dari PDIP Harun Masiku untuk menyerahkan diri ke lembaga antirasuah. Harun sudah dijerat sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

"Kami mengimbau kepada yang bersangkutan untuk segera menghadap ke KPK," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Senin (13/1/2020).

Ghufron mengatakan, akan lebih baik jika Harun bersikap kooperatif terhadap penegakan hukum di KPK. Namun jika tidak, menurut Ghufron, KPK tak segan memasukan nama Harun ke dalam daftar pencarian orang (DPO) alias menjadi buronan kasus korupsi.

"Kalaupun tidak (kooperatif), nanti kita akan tetap cari dan kita masukkan dalam DPO," kata Ghufron.

Ghufron mengklaim, KPK sudah mengetahui keberadaan Harun Masiku. Berdasarkan kerjasama dengan Imigrasi, Ghufron mengetahui jika Harun tengah berada di luar negeri.

"Dengan Imigrasi kita sudah koordinasi. Info yang kami terima malah memang sejak sebelum adanya tangkap tangan, yang bersangkutan sedang di luar negeri," ucapnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

OTT Komisioner KPU

Sebelumnya, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan suap penetapan anggota DPR terplih 2019-2020.

Tak hanya Wahyu Setiawan, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus tersebut, yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.

Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.

Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.