Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengaku belum dapat memastikan kepercayaan publik terhadap KPU usai operasi tangkap tangan (OTT) Wahyu Setiawan.
"Tentu KPU tidak bisa memastikan karena itu pasti terserah pada masyarakat, pada publik," kata Arief di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Dia menyatakan hingga saat ini KPU masih berpegang dan mengikuti aturan yang ada. "Sampai hari ini kerja KPU dilakukan dengan mengikuti peraturan perundang-undangan," ucapnya.
Advertisement
Selain itu, Arief menyatakan pihaknya juga akan mengeluarkan edaran untuk menjaga integritas ke setiap KPU jelang Pilkada 2020.
"Ini peringatan bagi siapa pun agar lebih mawas diri lebih behati-hati, lebih punya menjaga integritasnya," jelasnya.
Sebelumnya, penyidik KPK telah menyegel ruangan kerja Wahyu Setiawan, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terjaring dalam operasi tangkap tangan pada Kamis (9/1/2020). Selain ruangan kerja, rumah dinasnya juga disegel.
Ketua KPU, Arief Budiman, sudah mengetahui penyegelan itu. Meski sudah disegel, katanya, informasi dia dapat tidak ada dokumen atau barang bukti yang dibawa.
KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Wahyu ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan suap penetapan anggota DPR terpilih 2019-2020.
Tak hanya Wahyu Setiawan, KPK juga menetapkan 3 tersangka lainnya dalam kasus tersebut. Yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun Masiku dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Komisioner KPU Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.