Sukses

Melongok Kembali Simpang Susun Semanggi, Karya Gemilang Ahok

Simpang Susun Semanggi merupakan karya monumental dari Pemprov DKI Jakarta untuk warganya, khususnya pada era Ahok.

Liputan6.com, Jakarta - Semasa menjadi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menghasilkan karya gemilang yang masih kita nikmati hingga kini.

Simpang Susun Semanggi merupakan karya monumental dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk warganya, khususnya pada era Ahok.

Pembangunan jembatan yang menghabiskan dana hingga sekitar Rp 360 miliar itu resmi dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 17 Agustus 2017.

Simpang Susun Semanggi merupakan Jalan Layang Non-Tol (JLNT) dengan panjang jalan 1.622 meter dan terbilang mempunyai desain yang unik dan megah.

Dikatakan unik karena proyek ini menjadi yang pertama di Indonesia yang memakai bentang terpanjang di atas jalan tol dalam kota Jakarta secara full precast melengkung (hiperbolik).

"Kalau menurut saya ini karya yang cukup monumental baik dari sisi teknik konstruksi, percepatan, termasuk juga dengan pembiayaan dan pencahayaannya. Jadi faktornya itu monumental," ujar Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat Djarot kala itu ketika meninjau Simpang Susun Semanggi, Jakarta Selatan, Kamis, 17 Juli 2017.

Simpang Susun Semanggi mulai dibangun sejak 2016, pada masa kepemimpinan Ahok. Jalan layang sepanjang 1,6 km yang mengelilingi Bundaran Semanggi ini dibangun oleh kontraktor PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan pengerjaan lanskap oleh Toyota Corp.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 6 halaman

Kurangi Kemacetan

Sejak awal dibangun, Simpang Susun Semanggi diklaim dapat mengurangi kemacetan di sekitar wilayah Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto hingga kawasan Grorol. Ahok, bahkan mengklaim kemacetan akan berkurang 30 persen bila Simpang Susun Semanggi mulai beroperasi.

"Pengaruhnya besar sekali. Ini bisa mengurangi sekitar 30 persen kemacetan. Minimal orang dari bandara enggak stuck lagi dari Grogol," ucap Ahok saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI.

Jembatan layang Semanggi ini akan terdiri dari dua ruas. Satu ruas diperuntukkan bagi kendaraan dari arah Cawang menuju ke Bundaran Hotel Indonesia, dan satu ruas lainnya untuk kendaraan dari arah Slipi menuju Blok M.

Terbagi menjadi dua Ramp. Ramp 1, bagi kendaraan dari arah Grogol yang mengarah ke Blok M tidak perlu berbelok melewati kolong Semanggi tapi bisa langsung naik Simpang Susun yang mengarah ke Blok M.

Adapun Ramp 2, bagi kendaraan dari arah Cawang menuju Thamrin, tidak perlu berbelok melewati kolong, karena bisa langsung naik ke Ramp 2 Simpang Susun yang mengarah ke Thamrin.

Sehingga nantinya tidak lagi terjadi pertemuan antara pengendara jalan dari Jalan Gatot Subroto dan dari Jalan Sudirman di kolong jembatan yang seringkali membuat lalu lintas tersendat. Panjang Ramp 1 adalah 796 meter dan Ramp 2 sepanjang 826 meter.

 

3 dari 6 halaman

Tak Gunakan APBD

Proyek ini digagas saat Basuki Tjahaja Purnama masih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pria yang karib disapa Ahok itu menggunakan Peraturan Gubernur DKI Jakarta, yang memberi syarat kepada sebuah perusahaan swasta untuk membiayai proyek Simpang Susun Semanggi sebagai kompensasi kenaikan koefisien luas bangunan (KLB) atas pembangunan konstruksi mereka di Ibu Kota.

Ahok menjelaskan, pemenang tender proyek senilai Rp 360 miliar tersebut adalah perusahaan pelat merah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Wijaya Karya (Tbk). Pengerjaan lanskap jalan layang sepanjang 1,6 km oleh Toyota Corp.

"Pembiayaannya pengembang asal Jepang, Mori Building Company," kata Ahok pada 31 Maret 2016.

Langkah Ahok pun diapresiasi Presiden Jokowi. Mantan Gubernur DKI itu juga memuji PT Wijaya Karya yang dinilai telah bekerja dengan cepat. "Saya mengacungkan jempol pada cara-cara kerja cepat PT Wika yang menyelesaikan proyek," ujar Jokowi.

Namun langkah ini justru dipandang salah oleh koordinator Sahabat Anies Baswedan-Sandiaga Uno atau Anies-Sandiaga, Anggawira.

Ia mengkritik, Ahok terkait penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang digunakan untuk berbagai proyek infrastruktur sebagai bagian kontribusi atas koefisien lantai bangunan (KLB).

"Pembiayaan dari sumber dana non-APBD, seperti lewat dana CSR yang dilakukan pihak swasta ini membuat Pemprov DKI terkesan tidak transparan dan akuntabel," kata Koordinator Sahabat Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Anggawira, Minggu 9 April 2017.

Kebijakan dari Pemprov DKI tersebut, menurutnya, gagal paham karena dana CSR tersebut seharusnya dapat diputuskan bersama pengunaannya dalam forum CSR. Selain itu, dana CSR harus masuk terlebih dulu dalam mekanisme APBD.

Anggawira menyebutkan, proyek pembangunan ini seharusnya dilakukan lewat sebuah sistem tender, dengan mekanisme yang jelas guna menghindari penyalahgunaan dana.

"Artinya, hal-hal tersebut jangan dilakukan off budget. Untuk memenuhi unsur transparansi tentu lebih baik program pembangunan ini dikelola di dalam budget, lewat proses tender, dengan mekanisme yang jelas," papar anggota tim pemenangan Anies-Sandi ini.

Anggawira menilai, tindakan Ahok yang meminta pihak swasta yang kena denda atas KLB untuk membangun simpang susun Semanggi merupakan sebuah kesalahan.

 

4 dari 6 halaman

Masih Sisakan Uang

Djarot Saiful Hidayat saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta mengungkap, ada sisa uang sekitar Rp 200 miliar dari keseluruhan anggaran Rp 500 miliar lebih untuk proyek Simpang Susun Semanggi ini.

Menurut dia, sisa uang tersebut akan digunakan untuk membuat trotoar dan ducting di sekitar Simpang Susun Semanggi. Hal tersebut, kata dia, juga sudah disampaikan ke Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah dan sudah ditandatangani.

"Ada sisa (dana pembangunan Simpang Susun Semanggi), ada Rp 200 miliar lebih sedikitlah," ujar Djarot di Balai Kota Jakarta.

Djarot menuturkan, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sempat marah saat proses pembangunan Simpang Susun Semanggi ini.

Pasalnya, Ahok menilai biaya pembangunannya terlalu mahal. Saat itu, swasta berkewajiban menyetor dana hampir Rp 600 miliar untuk pembangunan tersebut.

"Maka Pak Ahok marah, suruh hitung ulang, tunjuk yang bagus, dan setelah dihitung ulang habis Rp 360 miliar. Artinya, kita punya sisa banyak untuk memperbaiki trotoar dan ducting yang menghubungkan sekitar lokasi itu dari Benhil dan sampai Patung Kuda, Bundaran HI. Agar wajah Jakarta betul bagus, bukan Simpang Susun Semanggi saja," Djarot memungkasi.

 

5 dari 6 halaman

Dimulai Era Bung Karno, Diselesaikan Ahok

Jembatan Semanggi ternyata memiliki sejarah yang panjang. Sesuai namanya, jembatan yang dibangun atas inisiasi Sukarno, Presiden Pertama Republik Indonesia ini, memiliki bentuk yang unik karena mirip daun semanggi.

Dibantu Soetami, arsitek kebanggaan Indonesia yang saat itu menjabat Menteri Pekerjaan Umum, proyek jembatan semanggi dimulai pada 1961. Saat itu, penolakan yang terjadi masyarakat cukup kencang. Apalagi mengingat keuangan negara pada saat itu sedang “krisis”. Namun, hal itu tidak mengendurkan keinginan Sukarno membangun jembatan Semanggi.

Pemilihan nama Jembatan Semanggi bukan tanpa pertimbangan. Menurut yang tertulis dalam buku 212 Asal-Usul Djakarta Tempoe Doeloe karya Zaenuddin HM, kawasan dibangunnya jembatan tersebut mulanya adalah rawa-rawa yang dipenuhi pohon semanggi.

Semanggi yang dalam bahasa Latin disebut Salviniales merupakan tumbuhan kelompok paku air dari jenis Marsileaceae.

Tumbuhan ini biasanya hidup di area rawa dan persawahan. Bagi masyarakat Surabaya, daun semanggi menjadi bahan utama kuliner tradisional pecel semanggi yang penjualnya dahulu banyak ditemukan di kompleks perumahan warga.

Daun semanggi di dalam pemikiran Sukarno memiliki nilai filosofis yang dalam. Susunan daun semanggi dianggap merupakan simbol persatuan bangsa.

Empat bagian daun menyerupai suku-suku yang ada di Indonesia, kemudian disatukan menjadi satu kesatuan daun yang utuh. Pada buku tersebut juga diungkapkan, daun semanggi bagaikan “suh”, yaitu pengikat sapu lidi. Batang lidi yang disatukan oleh suh akan menjadi kokoh.

Kini 56 tahun setelah proyek tersebut dimulai, jembatan Semanggi bukan hanya mampu mengurai macet di persimpangan antara dua jalan besar Ibu Kota, tetapi juga menjadi sebuah situs dan kebanggaan yang orisinal lahir dari pemikiran anak bangsa.

6 dari 6 halaman

Ahok Akhirnya Mencoba

Ahok bebas dari penjara Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Ahok bebas murni pada Kamis, 24 Januari 2019 lalu.

Ahok dijemput putra sulungnya Nicholas Sean Purnama dan Tim BTP. Uniknya, Ahok sengaja merekam kegiatannya mulai dari keluar penjara untuk vlog yang nantinya diunggah melalui akun YouTubenya Panggil Saya BTP.

Dan pada Jumat, 25 Januari 2019, vlog pertama miliknya sudah diunggah. Video tersebut diambil saat perjalanan pulang Ahok bersama sang anak, Nicholas Sean di dalam mobil.

Ahok sesekali melihat jalanan. Ia mengintip dari jendela mobil.

Ahok kemudian bertanya kepada sopir apakah akan melewati Simpang Susun Semanggi? Mereka pun melewati jalan tersebut. Seperti diketahui, Simpang Susun Semanggi merupakan hasil gagasan Ahok ketika memimpin Ibu Kota.

Simpang Susun Semanggi diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Kamis 17 Agustus 2017. Saat itu, Ahok sudah mendekam di dalam dinginnya hotel prodeo.

"Oh naiknya di ujung. Bundaran HI, Monas, Harmoni, langsung naik. We try (kita coba)," kata Ahok.

"Emang enggak pernah?" kata Nico.

"Enggak pernah lah, orang diresmikan papa sudah ditahan, sudah dikurung. Waktu belum jadi saja saya naik sini, waktu mau nyambung aja papa naik. Oh, baru sekarang kita lihat," sambung Ahok.

"Oh ini muter, ini Hilton, oh ini di atas tol. Di desak-desak jadi juga nih," ucap Ahok.

Ketika berada di atas Simpang Susun Semanggi, Ahok terlihat terkesima. Ia sesekali celingak-celinguk melihat kiri kanan jalan di Simpang Susun Semanggi. Ahok nampak kagum dengan Simpang Susun Semanggi hasil gagasannya.