Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan adanya ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menyembunyikan Politikus PDIP Harun Masiku. Ancaman tersebut tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sangat memungkinkan (diterapkan Pasal 21) bagi siapa pun di dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan maupun penuntutan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Senin (20/1/2020) malam.
Baca Juga
Tak hanya mereka yang berusaha menutup-nutupi keberadaan Harun, menurut Ali, KPK juga tak ragu menerapkan pasal tersebut kepada pihak-pihak yang mencoba memengaruhi Harun untuk tidak kooperatif terhadap penegakan hukum.
Advertisement
"Termasuk juga nanti ke depan kalau nanti penuntutan terjadi, ya, kita bisa terapkan Pasal 21," kata dia.
Ali mengatakan, keterangan Harun sangat dibutuhkan untuk mengembangkan perkara dugaan suap pengurusan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 ini.
Ali pun meminta Harun bersikap kooperatif. Karena hal itu akan menjadi pertimbangan keringanan hukuman.
"Tentunya siapapun yang tidak kooperatif akan dipertimbangkan menjadi alasan yang memberatkan," kata Ali.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tangkap Wahyu Setiawan
Sebelumnya, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan suap penetapan anggota DPR terplih 2019-2020.
Tak hanya Wahyu Setiawan, KPK juga menetapkan 3 tersangka lainnya dalam kasus tersebut. Yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.
Advertisement