Sukses

Helmy Yahya Dicopot dari Dirut TVRI karena Beli Hak Siar Liga Inggris

Ketua Dewan Pengawas TVRI, Arief Hidayat Thamrin, menilai pencopotan Helmy Yahya berlandaskan kewenangan Dewas yang diatur dalam PP Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama TVRI Helmy Yahya resmi dicopot dari jabatannya kemarin (16/1/2020).

Menurut Ketua Dewan Pengawas TVRI, Arief Hidayat Thamrin, keputusan tersebut diambil berlandaskan pada kewenangan Dewas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI.

"Pasal 7 antara lain menyatakan, Dewan Pengawas mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan LPP TVRI, mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran, serta independensi dan netralitas siaran," kata Arief melalui keterangan tertulisnya, Jumat (17/1/2020).

Arief menyebutkan, Dewas juga memiliki wewenang untuk memberhentikan dan mengangkat Dewan Direksi.

"Dalam Pasal 24 juga dinyatakan Anggota Dewan Direksi LPP TVRI diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas. Sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, yang bersangkutan atau dewan direksi diberi kesempatan untuk membela diri," jelas Arief.

Arief menjelaskan, sebelumnya pada 4 Desember 2019, Dewas telah memberikan Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRT) kepada Helmy Yahya. Kemudian yang bersangkutan menyampaikan surat pembelaan diri kepada Dewas pada 18 Desember 2019.

"Melalui Sidang Pleno Dewan Pengawas menyatakan tidak menerima jawaban Helmy Yahya," tegas Arief.

Hal ini disebabkan karena beberapa alasan, misalnya Helmy Yahya tidak bisa memberikan alasan di balik pembelian program dengan biaya besar. Program yang dimaksud adalah pembelian hak siaran Liga Inggris.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pengadaan Kuis Siapa Berani

Selain itu, juga karena adanya mutasi anggota struktural yang menyalahi prosedur internal perusahaan.

"Juga terdapat ketidaksesuaian pelaksanaan re-branding TVRI dengan Rencana Kerja Anggaran Tahunan LPP TVRI 2019 yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas," ucapnya.

"Serta juga melanggar beberapa Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik atau AUPB cfm UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan, yakni asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, dan asas keterbukaan. Utamanya berkenaan dengan penunjukan atau pengadaan Kuis Siapa Berani," jelasnya melanjutkan.